BAB I
PENDANHULUAN
A. Latar
Belakang
Dalam sejarah diketahui bahwa islam mengembangkan sayapnya dengan melakukan
ekspansi ke negara-negara tetangga. Ekspansi ini bertujuan untuk meperkenalkan
Islam dan memajukan Negara-negara yang telah dikuasai.
Islam mengalami kemajuan dan kemunduran, layaknya sebuah roda yang selalu
berputar kadang diatas dan kadang berada dibawah. Begitu pun dengan islam,
kemajuan kekuasaan Islam yang dicapai pada masa Abbasiyah, dan keruntuhannya
ketika diserang bangsa Mongol. Saat itu kekuasaan politik Islam mengalami
kemunduran. Wilayah kekuasaan Islam terpecah-pecah kedalam kerajaan kecil yang
satu sama lain bahkan saling memusuhi. Tidak berhenti di situ, beberapa
peninggalan budaya dan peradaban Islam banyak yang hancur akibat serangan
bangsa Mongol, bahkan Timur Lenk menghancurkan pusat-pusat kekuasaan Islam yang
lain.[1]
Dalam suasana infreoritas seperti itu, muncul kesadaran politik umat Islam
secara kolektif, kesadaran kolektif ini mengalami kemajuan dengan ditandai oleh
berdirinya tiga kerajaan besar, Usmani di Turki, Mughal di India, dan Safawi di
Persia. Kerajaan Usmani inilah yang paling pertama berdiri dan paling lama
bertahan dibandingkan dua lainnya.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan
yang akan menjadi pembahasan dalam makalah ini yaitu:
1. Bagaimana asal-usul terbentuknya
kerajaan Turki Usmani?
2. Bagaimana kemunduran dan kehancuran
kerajan Usmani?
BAB II
ISI
Utsmani
KERAJAAN
TURKI UTSMANI (1300-1900 M)
Pendiri kerajaan ini adalah bangsa Turki dari kabilah Oghuz yang mendiami daerah Mongol dan daerah utara negeri Cina. Dalam jangka waktu kira-kira tiga abad, mereka pindah ke Turkistan kemudian Persia dan Irak. Mereka masuk Islam sekitar abad ke sembilan atau ke sepuluh, ketika mereka menetap di Asia Tengah. Di bawah tekanan serangan-serangan Mongol pada abad ke13 M, mereka melarikan diri ke daerah barat dan mencari tempat pengungsian di tengah-tengah saudara-saudara mereka, orang-orang Turki Seljuk, di dataran tinggi Asia Kecil. Di sana, di bawah pimpinan Ertoghrul, mereka mengabdikan diri kepada Sultan Alauddin II, Sultan Seljuk yang kebetulan sedang berperang melawan Bizantium. Berkat bantuan mereka, Sultan Alauddin mendapat kemenangan. Atas jasa baik itu, Alauddin menghadiahkan sebidang tanah di Asia Kecil yang berbatasan dengan Bizantium. Sejak itu mereka terus membina wilayah barunya dan memilih kota Syukud sebagai ibu kota.
Pendiri kerajaan ini adalah bangsa Turki dari kabilah Oghuz yang mendiami daerah Mongol dan daerah utara negeri Cina. Dalam jangka waktu kira-kira tiga abad, mereka pindah ke Turkistan kemudian Persia dan Irak. Mereka masuk Islam sekitar abad ke sembilan atau ke sepuluh, ketika mereka menetap di Asia Tengah. Di bawah tekanan serangan-serangan Mongol pada abad ke13 M, mereka melarikan diri ke daerah barat dan mencari tempat pengungsian di tengah-tengah saudara-saudara mereka, orang-orang Turki Seljuk, di dataran tinggi Asia Kecil. Di sana, di bawah pimpinan Ertoghrul, mereka mengabdikan diri kepada Sultan Alauddin II, Sultan Seljuk yang kebetulan sedang berperang melawan Bizantium. Berkat bantuan mereka, Sultan Alauddin mendapat kemenangan. Atas jasa baik itu, Alauddin menghadiahkan sebidang tanah di Asia Kecil yang berbatasan dengan Bizantium. Sejak itu mereka terus membina wilayah barunya dan memilih kota Syukud sebagai ibu kota.
Era 1300 – 1400 M
Ertoghrul meninggal dunia tahun 1289 M. Kepemimpinan
dilanjutkan oleh puteranya, Usman. Putera Ertoghrul inilah yang dianggap
sebagai pendiri kerajaan Usmani. Usman memerintah antara tahun 1290 M dan
1326 M. Sebagaimana ayahnya, ia banyak berjasa kepada Sultan Alauddin II
dengan keberhasilannya menduduki benteng-benteng Bizantium yang berdekatan
dengan kota Broessa. Pada tahun 1300 M, bangsa Mongol menyerang kerajaan Seljuk
dan Sultan Alauddin terbunuh. Kerajaan Seljuk Rum ini kemudian terpecah-pecah
dalam beberapa kerajaan kecil. Usman pun menyatakan kemerdekaan dan berkuasa
penuh atas daerah yang didudukinya. Sejak itulah kerajaan Usmani dinyatakan
berdiri. Penguasa pertamanya adalah Usman yang sering disebut juga Usman I.
Setelah Usman I mengumumkan dirinya sebagai Padisyah
AI Usman (raja besar keluarga Usman) tahun 699 H (1300M) setapak demi setapak
wilayah kerajaan dapat diperluasnya. Ia menyerang daerah perbatasan Bizantium
dan menaklukkan kota Broessa tahun 1317 M, kemudian pada tahun 1326 M dijadikan
sebagai ibu kota kerajaan.
Pada masa pemerintahan Orkhan (726H/1326M761H/1359M)
Kerajaan Turki Usmani ini dapat menaklukkan Azmir (Smirna) tahun 1327 M,
Thawasyanli (1330M), Uskandar (1338M), Ankara (1354M), dan Gallipoli (1356M).
Daerah ini adalah bagian benua Eropa yang pertamakali diduduki kerajaan Usmani.
Ketika Murad I, pengganti Orkhan, berkuasa
(761H/1359 M 789H/1389 M), selain memantapkan keamanan dalam negeri, ia
melakukan perluasan daerahke Benua Eropa. Ia dapat menaklukkan Adrianopel -yang
kemudian dijadikannya sebagai ibu kota kerajaanyang baru -, Macedonia, Sopia,
Salonia, dan seluruh wilayah bagian utara Yunani. Merasa cemas terhadap
kemajuan ekspansi kerajaan ini ke Eropa, Paus mengobarkan semangat perang.
Sejumlah besar pasukan sekutu Eropa disiapkan untuk memukul mundur Turki
Usmani. Pasukan ini dipirnpin oleh Sijisman, raja Hongaria.
Sultan Bayazid I ( 1389- 1403 M), pengganti
Murad I, dapat menghancurkan pasukan sekutu Kristen Eropa tersebut. Peristiwa
ini merupakan catatan sejarah yang amat gemilang bagi umat Islam.
Ekspansi kerajaan Usmani sempat terhenti beberapa
lama. Ketika ekspansi diarahkan ke Konstantinopel, tentara Mongol yang dipimpin
Timur Lenk melakukan serangan ke Asia Kecil. Pertempuran hebat terjadi
di Ankara tahun 1402 M. Tentara Turki Usmani mengalami kekalahan. Bayazid
bersama puteranya Musa tertawan dan wafat dalam tawanan tahun 1403 M.
Era 1400 – 1500 M
Kekalahan Bayazid di Ankara itu membawa akibat buruk
bagi Turki Usmani. Penguasa-penguasa Seljuk di Asia Kecil melepaskan diri dari
genggaman Turki Usmani. Wilayah-wilayah Serbia dan Bulgaria juga
memproklamasikan kemerdekaan. Dalam pada itu putera-putera Bayazid saling
berebut kekuasaan.
Suasana buruk ini baru berakhir setelah Sultan
Muhammad I (1403-1421 M) dapat mengatasinya. Sultan Muhammad berusaha keras
menyatukan negaranya dan mengembalikan kekuatan dan kekuasaan seperti
sediakala.
Setelah Timur Lenk meninggal dunia tahun 1405 M,
kesultanan Mongol dipecah dan dibagi-bagi kepada putera-puteranya satu samalain
saling berselisih.Kondisi ini dimanfaatkan oleh penguasa Turki Usmani untuk
melepaskan diri dari kekuasaan Mongol. Namun, pada saat seperti itu juga
terjadi perselisihan antara putera-putera Bayazid (Muhammad, Isa, dan
Sulaiman).
Setelah sepuluh tahun perebutan kekuasaan tedadi,
akhirnya Muhammad berhasil mengalahkan saudara-saudaranya. Usaha Muhammad yang
pertama kali ialah mengadakan perbaikan-perbaikan dan meletakkan dasar-dasar
keamanan dalam negeri.
Usahanya ini diteruskan oleh Murad II ( 1421-1451M),
sehingga Turki Usmani mencapai puncak kemajuannya pada masa Muhammad II atau
biasa disebut Muhammad al-Fatih (1451-1484M).
Sultan Muhammad al-Fatih dapat mengalahkan Bizantium
dan menaklukkan Konstantinopel tahun 1453 M. Dengan terbukanya Konstantinopel
sebagai benteng pertahanan terkuat Kerajaan Bizantium, lebih mudahlah arus
ekspansi Turki Usmani ke Benua Eropa.
Era 1500 – 1600 M
Ketika Sultan Salim I
(1512-1520M) naik tahta, ia mengalihkan perhatian ke arah timur dengan
menaklukkan Persia, Syria dan dinasti Mamalik di Mesir.
Usaha Sultan Salim I ini
dikembangkan oleh Sultan Sulaiman al-Qanuni(1520 -1566M.). Ia tidak
mengarahkan ekspansinya ke salah satu arah timur atau barat, tetapi seluruh
wilayah yang berada di sekitar Turki Usmani merupakan obyekyang menggoda
hatinya. Sulaiman berhasil menundukkan Irak, Belgrado, Pulau Rodhes, Tunis,
Budapest, dan Yaman. Dengan demikian, luas wilayah Turki usmani pada masa
Sultan Sulaimanal-Qanuni mencakup Asia Kecil, Armenia, Irak, Siria, Hejaz, dan
Yaman di Asia; Mesir, Libia, Tunis, dan Aljazair di Afrika; Bulgaria,Yunani,
Yugoslavia, Albania, Hongaria,dan Rumania di Eropa.
Mengutip
pendapat Carl Brockelmann, Ahmad Syalabi mengatakan, Sultan Salim I pernah
meminta kepada khalifah abbasiyah di Mesir agar menyerahkan kekhalifahan
kepadanya, ketika ia menaklukkan dinasti Mamalik di sana. Pedapat lain
menyebutkan bahwa gelar “khalifah” sebenarnya sudah digunakan oleh Sultan
Murad ( 1359 – 1389) setelah ia berhasil
menaklukkan Asia kecil dan Eropa. Dari dua pendapat ini, Ahmad Syalabi
berkesimpulan, para Sultan kerajaan Usmani memang tidak perlu menunggu khalifah
abbasiyah menyerahkan gelar itu, karena jauh sebelum masa kerajaan usmani sudah
ada tiga khalifah dalam satu masa. Pada abad ke-10 M, para penguasa dinasti
Fathimiyah di Mesir sudah memakai gelar khalifah. Tidak lama setelah itu, Abd
al – Rahman al – Nashir di Spanyol menyatakan diri sebagai khalifah melanjutkan
dinasti Bani ummayyah di Damaskus, bahkan ia mencela para pendahulunya yang
bekuasa di Spanyol yang merasa cukup dengan gelar ‘amir” saja. Karena itu ada
kemunkinan para penuasa Usmani memang sudah menggunakan gelar “khalifah” jauh
sebelum mereka dapat menaklukkan dinasti Mamalik, tempat bertahtanya para
khalifah Abbasiyah, untuk kemudian meminta gelar itu.
Setelah
sultan sulaiman meninggal dunia, terjadilah perebutan kekuasaan antara putera –
puteranya, yang menyebabkan kerajaan Turki Usmani mundur. Akan tetapi, meskipun
terus mengalami kemunduran, kerajaan ini untuk masa beberapa abad masih
dipandang sebagai negara yang kuat, terutama dalam bidang militer. Kerajaan ini
memang masih bertahan lima abad lagi setelah itu.
Kemajuan
dan perkembangan ekspansi kerajaan Usmani yang demikian luas dan berlangsung
dengan cepat itu diikuti pula oleh kemajuan – kemajuan dalam bidang – bidang
kehidupan yang lain. Yang terpenting di antaranya adalah sebagai berikut.
1.
Bidang
kemiliteran dan pemerintahan
Para pemimpin kerajaan Usmani pada masa – masa
pertama, adalah orang – orang yang kuat, sehingga kerajaan dapat melakukan
ekspansi degan cepat dan luas. Meskipun demikian, kemajuan Kerajaan Usmani sehingga mencapai masa keemasannya
itu, bukan semata – mata karena keunggulan politik para pemimpinnya. Masih
banyak faktor lain yang mendukung keberhasilan ekspansi itu. Yang terpenting
diantaranya adalah keberanian, keterampilan, ketangguhan dan kekuatan
militernya yang sanggup bertempur kapan dan dimana saja.
Untuk pertama kali, kekuatan militer kerajaan ini
mulai diorganisasi dengan baik dan teratur ketika terjadi kontak senjata dengan
eropa. Ketika itu, pasukan tempur yang besar sudah terorganisasi.
Perorganisasian yang baik, taktik dan strategi tempur militer Usmani
berlangsung tanpa halangan berarti. Namun, tidak lama setelah kemenangan
tercapai, kekuatan militer yang besar ini dilanda kekisruhan. Kesadaran
prajuritnya menurun. Mereka merasa dirinya sebagai pemimpin – pemimpin yang
berhak menerima gaji. Akan tetapi keadaan tersebut segera dapat diatasi oleh
orkhan dengan jalan mengadakan perombakan besar – besaran dalam tubuh militer.
Pembaruan dalam tubuh organisasi militer oleh
Orkhan, tidak hanya dalam bentuk mutasi personil – personil pimpinan, tetapi
juga diadakan perombakan dalam keanggotaan. Bangsa – bangsa non-Turki
dimasukkan sebagai anggota, bahkan anak – anak Kristen yang masih kecil
diasramakan dan dibimbing dalam suasana Islam untuk dijadikan prajurit. Program
ini ternyata berhasil dengan terbentuknya kelompok militer baru yang disebut
pasukan Jenissari atau Inkisyariah. Pasukan inilah yang dapat
mengubah negara Usmani menjadi mesin perang yang paling kuat, dan memberikan
dorongan yang amat besar dalam penaklukkan negeri – negeri nonmuslim.
Disamping Jenissari, ada lagi prajurit dari tentara
kauam feodal yang dikirim kepada pemerintah pusat. Pasukan ini disebut tentara
atau kelompok militer Thaujiah. Angkatan
laut pun dibenahi, karena ia mempinyai peranan yang besar dalam perjalanan
ekspansi Turki Usmani. Pada abad ke 16 angkatan laut turki usmani mencapai
puncak kejayaanya. Kekuatam militer turki usmani yang tangguh itu dengan cepat
dapat menguasai wilayah yang amat luas, baik di asia , afrika maupun eropa.
Faktor utama yang mendorong kemajuan dibidang kemiliteran ini ialah tabiat
bangsa turki itu sendiri bersifat militer, berdisiplin, dan patuh terhadap
peraturan. Tabiat ini merupakan tabiat alam yang mereka wariskan dari nenek moyangnya
di asia tengah.
Keberhasilan ekspansi tersebut dibarengi pula dengan
terciptanya jaringan pemerintahan yang teratur.dalam mengelolah wilayah yang
luas sultan-sultan turki usmani senantiasa bertindak tegas. Dalam struktur
pemerintahan, sultan sebagai penguasa tertinggi, dibantu oleh shadr al-a’aham (perdana menteri), yang
membawahi pasya ( gubernur ).
Gubernur menggerpalai daerah tingkat I. Dibawahnya terdapat beberapa orang al-zanaziq
atau al-alawiyah ( bupati )
Untuk
mengatur urusan pemerintah negara, dimasa sultan sulaiman I disusun sebuah
kitab undang undang (qanun ). Kitab tersebut diberi nama multaqa al-abhur, yang
menjadi pegangan hukum bagi kerajaan turki usmani sampai datangnya reformasi
pada abad ke 19. Karena jasa sultan sulaiman I yang amat berharga ini, ujung namanya
ditambah gelar al-qanuni.
2.
Bidang ilmu pengetahuan dan budaya
Kebudayaan turki usmani merupakan perpaduan bermacam-macam
kebudayaan, diantaranya adalah kebudayaan persia, bizantium, dan arab. Dari
kebudayaan persia, mereka banyak mengambi ajaran-ajaran tentang etika dan tata
krama dalam istana raja-raja. Organisasi pemerintah dan kemiliteran banyak
merka serap dari Bizantium. Sedangakn ajaran-ajaran tentang prinsip-prinsip ekonomi, sosial dan
kemasyarakatan, keilmuan dan huruf mereka terima dari bangsa Arab. Orang orang
Turuki usmani memang dikenal sebgai bangsa yang suka dan mudah berasimilasi
dengan bangsa asing dan terbuka untuk menerima kebudayaan luar. Hal ini mungkin
karena mereka masi miskin dengan kebudayaan. Bagaimana pun, sebelumnya mereka
adalah orang nomad yang hidup di dataran Asia Tengah.
Sebagai bangsa yang berdarah militer,
Turki Usmani lebih banyak memfokuskan kegiatan mereka dalam bidang kemiliteran,
sementara dalam bidang ilmu pengetahuan, merka kelihatan tidak begitu menonjol.
Karena itulah didalam khazanah intelektual Islam kita tidak menemukan ilmuan
terkemuka dari Turki Usmani. Namun demikian, mereka banyak berkiprah dalam
pengembangan seni arsitektur islam berupa bangunan-banguna mesjid yang indah,
seperti Masjid Al-Muhammadi atau Mesjid jami’ Sultan Muhammad Al-fatih, Mesjid
Agung Sulaiman dan Mesjid Abi Ayyub al-Anshari. Mesjid-mesjid tersebut dihiasi
pula dengan kaligrafi yang indah. Salah satu mesjid yang terkenal dennga
keindaha kaligrafinya adalah mesjid yang asalnya gereja Aya Sopia. Hiasan
kaligrafi itu, dijadikan penutup gambar-gamabr Kristiani yang ada sebelumnya.
Pada
masa Sulaiman di kota-kota besar dan kota-kota lainya banyak dibangun mesjid,
sekolah, rumah sakit, gedung, makam, jembatan, saluran air, villa, dan
pemandian umum. Disebutkan bahwa 235 buah dari banguanan itu dibangun dibawah
koordinator Sinan, seorang arsitek asal Anatolia.
3.
Bidang keagamaan
Agama dalam
tradisi masyarakat Turki mempunyai peranan besar dalam lapangan sosial dan
politik. Masyarakat digolong-golongkan berdasarkan agama, dan kerajaan sendiri
sangat terkait dengan syariat sehingga fatwa ulama menjadi hukum yang berlaku.
Karena itu, ulama mempunyai tempat tersendiri dan berperan besar dalam kerajaan
dan masyarakat. Mufti, sebagai pejabat urusan agama tertinggi, berwenang
memberi fatwah resmi terhadap problema keagamaan yang dihadapi masyarakat.
Tanpa legitimasi Mufti, keputusan hukum kerajaan bisa tidak berjalan.
Pada masa Turki
Usmani tarekat juga mengalami kemajuan. Tarekat yang paling berkembang ialah
tarekat Bektasyi dan tarekat Maulawi. Kedua tarekat ini banyak dianut oleh
kalangan sipil dan militer. Tarekat Bektasyi mempunyai pengaruh yang amat
dominan dikalangan tentara Jenissari, sehingga mereka sering disebut tentara Bektasyi, sementara tarekat
Maulawi mendapat dukungan dari para penguasa dalam mengimbangi Jenissari
Bektasyi.
Di pihak lain,
kajian-kajian ilmu agama seperti fikih, ilmu kalam, tafsir, dan hadis boleh di
katakan tidak mengalami perkembangan yang berarti. Para penguasa lebih
cenderung untuk menegakan satu paham (mazhab) keagamaan dan menekan mazhab
lainnya. Sultan Abd al-Hamid II, misalnya, begitu fanatik terhadap aliran
Asy’ariyah. Ia merasa perlu mempertahankan aliran tersebut dari kritikan
kritikan aliran lain. Ia memerintahkan kepada Syekh Husein al-Jisri menulis
kitab Al-Husnun al-Hamidiyah (benteng
pertahanan Abdul Hamid) untuk melestarikan aliran yang dianutnya itu. Akibat
kelesuan dibidang ilmu keagamaan dan fanatik yang berlebih maka ijtihad tidak
berkembang. Ulama hanya suka menulis buku dalam bentuk syarah (penjelasan) dan
hasyiyah (semacam catatan) terhadap karya-karya masa klasik.
Bagaimanapun,
kerajaan Turki Usmani banyak berjasa, terutama dalam peluasan wilayah kekuasaan
Islam ke benua Eropa. Ekspansi kerajaan ini untuk pertama kalinya banyak
ditujukan ke Eropa Timur yang belum masuk dalam wilayah kekuasaan dan agama
Islam. Akan tetapi, karena dalam bidang peradaban dan kebudayaan (kecuali dalam
hal-hal yang bersifat fisik) perkembangannya jauh berada di bawah kemajuan politik,
maka bukan saja negeri-ngeri yang sudah ditaklukkan itu, akhirnya melepaskan
diri dari kekuasaan pusat, tetapi juga masyarakatnya tidak banyak yang memeluk agama Islam
Kemunduran kerajaan usmani
Setelah Sultan Sulaiman
al-Qanuni wafat (1566 M ), kerajaan turki usmani mulai memasuki fase
kemunduranya. Akan tetapi, sebagai kerajaan yang sangat besar dan kuat,
kemunduran itu tidak langsung terlihat. Sultan Sulaiman al-Qanuni diganti oleh
Salim II Usmani dengan armada lau Kristen yang terdiri dari angkatan laut
Spanyol, angkatan laut Bundukia, angkatan laut Sri paus, dan sebagian kapal
para pendeta Malta yang dipimpin Don Juan dari Spanyol. Pertempuran itu terjadi
di Selat liponto ( Yunani ). Dan pertempuran ini Turki usmani mengalami
kekalahan yag megakibatkan tunisia dapat direbut oleh musu. Baru pada masa
Sultan berikutnya, Sultan Murad III, pada tahun 1575 M tunisia dapat direbut
kembali.
Walaupun Sultan Murad
III ( 1574-1594 M ) berkepribadian jelek dan suka memperturutkan hawa nafsunya,
kerajaan Usmani pada masa nya berhasil menyerbu Kaukasus dan menguasai Tiflis
di Laut Hitam ( 1577 M), merampas kembali Tabrizz, iu kuta Safawi, menundukkan
Georgia, mencampuri urusan dalam negeri Polandia, dan mengalahkan gubernur
Bosnia pada tahun 1593 M. Namun kehiduan moral Sultan yang jelek menyebabkan
timbulnya kekacauan dalam negeri. Kekacauan ini makin menjadi-jadi dengan
tampilnya Sultan Muhammad III ( 1595 – 1603 M), pengganti Murad III, yang
membunuh saudara laki-lakinya yang berjumlah 19 orang dan menenggelamkan
janda-janda ayahnya sejumlah 10 orang demi kepentigan pribadi. Dalam sitiasi
yang kurang baik itu, Austria berhasil memukul kerajaan Usmani. Meskipun Sultan
Ahmad I (1603-1617 M), pengganti Muhammad III, sempat bangkit untuk memperbaiki
situasi dalam negeri, tetapi kejayaan kerajaan Usmani di mata bangsa-bangsa
Eropa sudah mulai memudar. Sesudah Sultan Ahmad I (1603-1617 M), situasi
semakin memburuk dengan naiknya Mustafa I (masa pemerinthan nya yang
pertama(1617-1618 M) dan kedua, (1622-1623 M). Karena gejolak politik dalam
negeri tidak bisa diatasinya, Syaikh
al-Islam mengelurkan fatwah agar ia turun dari tahta dan diganti oleh Usman II
(1618-1622 M). Namun yang tersebut terakhir ini juga tidak mampu memperbaiki
keadaan. Dalam situasi demikian bangsa Persia bangkit mengadakan perlawanan
merebut wilayah nya kembali. Kerajaan Usmani sendiri tidak mampu berbuat banyak
dan paksa dan terpaksa melespaskan wilayah Persia tersebut. Langkah-langkah
perbaikan kerajaan mulai diusahakan oleh Sultan Murad IV (1623-1640 M).
Pertama-tama ia mencoba menyusun dan menertibkan pemerintahan. Pasukan
Jenissari yang pernah menumbangkan Usman II dapat dikuasainya. Akan tetapi,
masa pemerinthannya berakhir sebelum ia berhasil menjernihkan situasi negara
secara keseluruhan.
Situasi politik yang
sudah mulai membaik itu kembali merosot pada masa pemerintahan Ibrahim
(1640-1648 M), karena ia termasuk orang yang lemah. Pada masa nya ini orang-orang
Venetia melakukan peperangan laut melawan dan berhasil mengusir orang-orang
Turki Usmani dan Cyprus dan Creeta tahun 1645 M. Kekalahan itu membawa Muhammad
Koprulu (berasal dari Kopru dekat Amasia di Asia Kecil) ke kedudukan sebagai
Wazir atau shadr al-a’zham ( perdana menteri) yang diberi kekuasaan absolut. Ia
berhasil mengembalikan peraturan dan mengkonsolidasikan stabilitas keuangan
negara. Setelah Koprulu meninggal (1661 M), jabatan nya di pegang oleh anaknya,
Ibrahim. Ibrahim menyangka bahwa kekuatan militernay sudah pulih sama sekali.
Oleh karena itu, ia menyerbu Hong Ariya dan mengancam Vienna. Namun,
perhitungan Ibrahim meleset, ia kalah dalam pertempuran itu secara
berturut-turut. Pada masa-masa selanjutnya wilayah Turki Usmani yang luas itu sedikit
demi sedikit terlepas dari kekuasaannya, direbut oleh negara-negara Eropa yang
baru mulai bangun. Pada tahun 1699 M terjadi “ perjanjian Karlo with “ yang
memaksa sultan untuk menyerakan seluruh Hongaria, sebagian besar Slovenia dan
Croasia kepada Hapsburg ; dan Hemenietz, Padolia, Ukraina, Morea, dan sebagian
Dalmatia kepada orang orang Venetia. Pada tahun 1770 M , tentara rusia
mengalahkan armada kerajaan Usmani di sepanjang pantai asia Kecil. Akan tetapi,
tentara rusia ini dapat dikalahkan kembali oleh sultan mustafa III (1757-1774),
seseorang yang lemah. Tidaklama setelah naik tahta, di kutchuk kinarja ia
mengadakan perjanjian yang dinamakan “ perjanjian kinarja” dengan catherine II
dari Rusia . isi perjanjian itu antara lain (1) kerajaan usmani harus
menyerahkan benteng benteng yang berada dalam laut hitam kepada rusia dan
memberi izin kepada armada rusia untuk melintas selat yang menghubungkan laut
hitam dengan laut putih, dan (2) kerajaan usmani mengikuti kemerdekaan kirman
(Crimea). Polandia, dan mengalahkan gubernur Bosnia pada tahun 1539 M. Namun
kehidupan moral Sultan yang jelek menyebabkan timbulnya kekacauan dalam negeri.
Kekacauan ini makin menjadi-jadi dengan tampilnya Sultan Muhammad III
(1595-1603 M), pengganti Murad III, yang membunuh semua saudara laki-lakinya
berjumlah 19 orang dan menenggelamkan janda-janda ayahnya sejumlah 10 orang
demi kepentingan pribadi. Dalam situasi
yang kurang baik itu, Austria berhasil memukul Kerajaan Usmani. Meskipun Sultan
Ahmad I (1603-1617 M), pengganti Muhammad III, sempat bangkit untuk memperbaiki
situasi dalam negeri, tetapi kejayaan Kerajaan Usmani di mata bangsa-bangsa
Eropa sudah mulai memudar. Sesudah Sultan Ahmad I (1603-1617 M), situasi
semakin memburuk dengan naiknya Mustafa I (masa pemerintahannya yang pertama
(1617-1618 M) dan kedua, (1622-1623 M). Karena gejolak politik dalam negeri
tidak nnisa diatasinya, Syaikh al-Islam mengeluarkan
fatwa agar ia turun dari tahta dan diganti oleh Usman II (1618-16 M). Namun
yang tersebut terakhir ini juga tidak mampu memperbaiki keadaan. Dalam situasi
demikian bangsa Persia bangkit mengadakan perlawanan merebut wilayahnya
kembali. Kerajaan Usmani sendiri tidak mampu berbuat banyak dan terpaksa
melepaskan wilayah Persia tersebut. Langkah-langkah perbaikan kerajaan mulai
diusahakan oleh Sultan Murad IV (1623-1640 M). Pertama-tama ia mencoba menyusun
dan menertibkan pemerintahan. Pasukan Jenissari yang pernah menumbangkan Usman
II dapat dikuasainya. Akan tetapi, masa pemerintahannya berakhir sebelum ia
berhasil menjernihkan situasi negara secara keseluruhan.
Situasi politik yang sudah mulai membaik itu kembali
merosot pada masa pemerintahan Ibrahim (1640-1648 M), karena ia termasuk orang
yang lemah. Pada masanya ini orang-orang Venetia melakukan peperangan laut melawan
dan berhasil mengusir orang-orang Turki Usmani dari Cyprus dan Creta tahun 1645
M. Kekalahan itu membawa Muhammad Koprulu (berasal dari Kopru dekat Amasia di
Asia Kecil) ke kedudukan sebagai wazir atau shadr
al-a’zham (perdana menteri) yang diberi kekuasaan absolut. Ia berhasil
mengembalikan peraturan dan mengkonsolidasikan stabilitas keuangan negara.
Setelah Koprulu meninggal (1661 M), jabatannya dipegang oleh anaknya, Ibrahim.
Ibrahim menyangka bahwa kekuatan militernya sudah pulih sama sekali. Karena
itu, ia menyerbu Hongaria dan mengancam Vienna. Namun, perhitungan Ibrahim
meleset, ia kalah dalam pertempuran itu secara berturut-turut. Pada masa-masa
selanjutnya wilayah Turki Usmani yang luas itu sedikit demi sedikit terlepas
dari kekuasaannya, direbut oleh negara-negara Eropa yang baru mulai bangun.
Pada tahun 1699 M terjadi “Perjanjian Karlowith” yang memaksa Sultan untuk
menyerahkan seluruh Hongaria, sebagian besar Slovenia dan Croasia kepada
Hapsburg, dan Hemenietz, Padolia, Ukraina, Morea, dan sebagian Dalmatia kepada
orang-orang Venetia. Pada taun 1770 M, tentara Rusia mengalahkan armada
kerajaan Usmani di sepanjang pantai Asia Kecil. Akan tetapi, tentara Rusia ini
dapat dikalahka kembali oleh Sultan Mustafa III (1757-1774 M) yang segera dapat
mengkonsolidasi kekuatannya.
Sultan Mustafa III diganti oleh saudaranya, Sultan
Abd al-hamid ( 1774-1789 M), seorang yang lemah. Tidak lama setelah naik tahta,
di Kutchuk Kinarja ia mengadakan perjanjian yang dinamakan “Perjanjian Kinarja”
dengan Catherine II dari Rusia. Isi perjanjian itu antara lain (1) Kerajaan
Usmani harus menyerahkan benteng-benteng yang berada di Laut Hitam kepada Rusia
dan memberi izin kepada armada Rusia untuk melintasi selat yang menghubungkan
Laut Hitam dengan Laut Putih, dan (2) Kerajaan Usmani mengakui kemerdekaan
Kirman (Crimea).
Demikianlah proses kemunduran yang terjadi di
Kerajaan Usmani selama dua abad lebih setelah ditinggal Sultan Sulaiman al –
Qanuni. Tidak ada tanda – tanda membaik sampai paroh pertama abad ke – 19 M.
Oleh karena itu satu persatu negeri – negeri di Eropa yang pernah dikuasai
kerajaan ini memerdekakan diri. Bukan hanya negeri – negeri di Eropa yang
memang sedang mengalami kemajuan yang memberontak terhadap kekuasaan Kerajaan
Usmani, tetapi juga beberapa darah di Timur Tengah mencoba bangkit memberontak.
Di Mesir, kelemahan – kelemahan Kerajaan Usmani membuat Mamalik bangkit
kembali. Dibawah kepemimpinan Ali Bey, pada tahun 1770M. Mamalik kembali
berkuasa di Mesir, sampai datangnya Napoleon Bonaparte dari Prancis tahun
1798M. Di Libanon dan Syria, Fakhr al – Din, seorang pemimpin Druze, berhasil
menguasai Palestina, dan pada tahun 1610M merampas Ba’albak dan mengancam
Damaskus. Fakhr al – Din baru menyerah tahun 1635M. Di Persia, Kerajaan Safawi
ketika masih jaya beberapa kali mengadakan perlawanan terhadap Kerajaan Usmani
dan beberapa kali pula ia keluar sebagai pemenang. Sementara itu, di Arabia
bangkit kekuatan baru, yaitu aliansi antara pemimpin agama Muhammad ibn Abd al
– Wahhab yang dikenal dengan gerakan Wahhabiyah dengan penguasa lokal ibn
Sa’ud. Mereka berhasil menguasai beberapa daerah di Jazirah Arab dan sekitarnya
di awal paroh kedua abad ke - 18M.
Dengan demikian, pemberontakan – pemberontakan yang terjadi di Kerajaan Usmani
ketika ia sedang mengalami kemunduran, bukan saja terjadi di daerah – daerah
yang tidak beragam Islam,tetapi juga di daerah – daerah yang berpenduduk
muslim. Gerakan – gerakan seperti itu terus berlanjut dan bahkan menjadi lebih
keras pada masa – masa sesudahnya, yaitu pada abad ke – 19 dan ke – 20M. Di
tambah dengan gerakan pembaharuan politik di pusat pemerintahan, Kerajaan
Usmani berakhir dengan berdirinya Republik Turki pada tahun 1924M.
Banyak faktor yang menyebabkan Kerajaan Usmani itu
mengalami kemunduran, diantaranya adalah :
1. Wilayah Kekuasaan yang Sangat Luas
Administrasi pemerintahan bagi suatu negara yang
amat luas wilayahnya sagat rumit dan kompleks, sementara administrasi
pemerintahan Kerajaan Usmani tidak beres. Di pihak lain, para penguasa sangat
berambisi menguasai wilayah yang sangat luas, sehingga mereka terlibat peraang
terus menerus dengan berbagai bangsa. Hal ini tente menyedot banyak potensi
yang seharusnya dapat di guanak untuk membangun negara.
2. Heterogenitas Penduduk
Sebagai kerajaan besar, Turki Usmani menguasai
wilayah yang amat luas, mencakup Asia Kecil, Armenia, Irak, Siriah, Hejaz, dan
Yaman di Asia; Mesir, Libia, Tunis, dan Aljazair di Afrika; dan Bulgaria,
Yunani, Yugoslavina, Albania, Hongaria, dan Rumania di Eropa. Wilayah yang luas
itu didiami oleh penduduk yang beragam, baik dari segi agama, ras, etnis,
maupun adat istiadat. Untuk mengatur penduduk yang beragama dan tersebar di
wilayah yang luas itu, di perlukan suatu oganisasi pemerintahan yang teratur.
Tanpa di dukung oleh administrasi yang baik, Kerajaan Usmani hanya akan
menanggung beban yang berat akibat heterogenitas tersebut. Perbedaan bangsa dan
agama acap kali melatar belakangi terjadinya pemberontakan dan peperangan.
3. Kelemahan Para Penguasa
Sepeninggal Sulaiman al-Qanuni, Kerajaan Usmani
diperintah oleh sultan-sultan yang lemah, baik dalam kepribadian terutama, dalam
kepemimpinan nya. Akibat nya pemerintahan menjadi kacau. Kekacauan itu tidak
pernah dapat diatasi secara sempurna, bahkan semakin lama menjadi semakin
parah.
4. Budaya Pungli
Pungli merupakan perbuatan yang sudah umum terjadi
dalam Kerajaan Usmani. Setiap jabatan yang hendak di raih oleh seseorang harus
“dibayar” dengan sogokan kepada orang yang berhak memberikan jabatan tersebut.
Berjangkitnya budaya Pungli ini mengakibatkan dekadensi moral kian merajalela
yang membuat pejabat semakin rapuh.
5. Pemberontakan Tentara Jenissari
Kemajuan ekspansi Kerajaan Usmani banyak ditentukan
oleh kuatnya tentara Jenissari. Dengan demikian dapat dibayangkan bagaimana
kalau tentara ini memberontak. Pemberontakan tentara Jenissari terjadi sebanyak
empat kali, yaitu pada tahun 1525 M, 1632 M, 1727 M, dan 1826 M.
6. MerosotnyaEkonomi
Akibat perang yang tak pernah berhenti perekonomian
negara merosot. Pendapatan berkurang sementara belanja negara sangat bsar,
termasuk untuk biaya perang.
7. Terjadinya Stagnasi dalam lapangan Ilmu dan Teknologi
Kerajaan Usmani kurang berhasil dalam pengembangan
ilmu dan teknologi, karena hanya mengutamakan pengembangan kekuatan militer.
Kemajuan militer yang tidak diimbangi oleh kemajuan ilmu dan teknologi
menyebabkan kerajaan ini tidak sanggup menghadapi persenjataan musuh dari Eropa
yang lebih maju. Sebagaimana disebutkan pada bab terdahulu, tidak terjadinya
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam Kerajaan Usmani, ada kaitan
dengan perkembangan metode berpikir tradisional di kalangan umat Islam. Hal itu
juga sejalan dengan menurunnya semangat berpikiran bebas akibat tidak
berkembang nya pemikiran filsafat sejak masa al-Ghazali.
Demikianlah
proses kemunduran kerajaan besar Usmani. Pada masa selanjutnya, di periode
modern, kelemahan kerajaan ini menyebabkan kekuatan-kekuatan Eropa tanpa
segan-segan menjajah dan menduduki daerah-daerah muslim yang dulu nya berada
dibawah kekuasaan Kerajaan Usmani, terutama di Timur Tengah dan Afrika Utara.
BAB III
PENUTUP
Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya, pmbahasan
tentang krajaan Turki Usmani, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai
berikut:
1. Turki Usmani
merupakan slah satu kerajaan yang didirikan oleh bangsa Turki setelah runtuhnya
kerajaanTurki Saljuq. Entogrol adalah pembuka jalan berdirinya Turki Usmani
putranya Usman sebagai proklamator Kerajaan Turki Usmani tahun 1300 M.
Turki Usmani adalah salah satu dari tiga kerajaan islam yang muncul setelah
jatuhnya Baghdad..
2.
Kemunduran dan kehancuran Turki Usmani disebabkan
oleh beberapa faktor antara lain: kelemahan para sultan dan sistem birokrasi,
kemerosotan ekonomi dan munculnya kekuata Eropa. Peran Turki tidak dapat
dikesampingkan, karena dengan luasnya daerah kekuasaan yang membentang dari
Asia hingga Eropa dalam rentang waktu yang relatif lama, lebih dari
enam abad, maka terjadilah intraksi peradabandengan berbagai wilayah yang
berada di bawah kekuasaan Turki dan saling mempengaruhi, sehingga peradaban
yang lebih kuat banyak memberikan pengaruh terhadap peradaban yang lebih lemah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar