1. PERANG TORNADO (1808-1809)
Perang
Tondano yang terjadi pada 1808-1809 adalah perang yang melibatkan orang
Minahasa di Sulawesi Utara dan pemerintah kolonial Belanda pada permulaan abad
XIX. Perang pada permulaan abad XIX ini terjadi akibat dari implementasi
politik pemerintah kolonial Hindia Belanda oleh para pejabatnya di Minahasa,
terutama upaya mobilisasi pemuda untuk dilatih menjadi tentara “ (Taufik
Abdullah dan A.B. Lapian, 2012:375)
Perang
Tondano I
Sekalipun
hanya berlangsung sekitar satu tahun Perang Tonando dikenal dalam dua tahap.
Perang Tonando I terjadi pada masa kekuasaan VOC. Pada saat datangnya bangsa
Barat orang-orang Spanyol sudah sampai di tanah Minahasa (Tondano) Sulawesi
Utara. Orang-orang Spanyol di samping berdagang juga menyebarkan agama Kristen.
Tokoh yang berjasa dalam penyebaran agama Kristen di tanah Minahasa adalah
Fransiscus Xaverius. Hubungan dagang orang Minahasa dan Spanyol terus
berkembang. Tetapi mulai abad XVII hubungan dagang antara keduanya mulai
terganggu dengan kehadiran para pedagang VOC. Waktu itu VOC telah berhasil
menanamkan pengaruhnya di Ternate. Bahkan Gubernur Terante Simon Cos
mendapatkan kepercayaan dari Batavia untuk membebaskan Minahasa dari pengaruh
Spanyol. Simon Cos kemudian menempatkan kapalnya di Selat Lembeh untuk
mengawasi pantai timur Minahasa. Para pedagang Spanyol dan juga Makasar yang
bebas berdagang mulai tersingkir karena ulah VOC. Apalagi waktu itu Spanyol
harus meninggalkan Kepulauan Indonesia untuk menuju Filipina
VOC berusaha
memaksakan kehendak agar orang-orang Minahasa menjual berasnya kepada VOC. Oleh
karena VOC sangat membutuhkan beras untuk melakukan monopoli perdagangan beras
di Sulawesi Utara. Orang-orang Minahasa menentang usaha monopoli tersebut.
Tidak ada pilihan lain bagi VOC kecuali memerangi orang-orang Minahasa.
Perang
Tondano II
Perang
Tondano II sudah terjadi ketika memasuki abad ke-19, yakni pada masa
pemerintahan kolonial Belanda. Perang ini dilatarbelakangi oleh kebijakan
Gubernur Jenderal Daendels. Daendels yang mendapat mandate untuk memerangi
Inggris, memerlukan pasukan dalam jumlah besar. Untuk menambah jumlah pasukan
maka direkrut pasukan dari kalangan pribumi. Mereka yang dipilih adalah
dari suku-suku yang memiliki keberanian berperang. Beberapa suku yang dianggap
memiliki keberanian adalah orangorang Madura, Dayak dan Minahasa. Atas perintah
Daendels melalui Kapten Hartingh, Residen Manado Prediger segera mengumpulkan
para ukung.
(Ukung
adalah pemimpin dalam suatu wilayah walak atau daerah setingkat distrik). Dari
Minahasa ditarget untuk mengumpulkan calon pasukan sejumlah 2.000 orang yang
akan dikirim ke Jawa. Ternyata orang-orang Minahasa umumnya tidak setuju dengan
program Daendels untuk merekrut pemuda-pemuda Minahasa sebagai pasukan
kolonial. Banyak di antara para ukung mulai meninggalkan rumah. Mereka justru
ingin mengadakan perlawanan terhadap kolonial Belanda. Mereka memusatkan
aktivitas perjuangannya di Tondano, Minawanua. Salah seorang pemimpin
perlawanan itu adalah Ukung Lonto. Ia menegaskan rakyat Minahasa harus melawan
colonial Belanda sebagai bentuk penolakan terhadap program pengiriman 2.000
pemuda Minahasa ke Jawa serta menolak kebijakan kolonial yang memaksa agar
rakyat menyerahkan beras secara cuma-cuma kepada Belanda.
Dalam
suasana yang semakin kritis itu tidak ada pilihan lain bagi Gubernur Prediger
kecuali mengirim pasukan untuk menyerang pertahanan orang-orang Minahasa di
Tondano, Minawanua. Belanda kembali menerapkan strategi dengan membendung
Sungai Temberan. Prediger juga membentuk dua pasukan tangguh. Pasukan yang satu
dipersiapkan menyerang dari Danau Tondano dan pasukan yang lain menyerang
Minawanua dari darat. Tanggal 23 Oktober 1808 pertempuran mulai berkobar.
Pasukan Belanda yang berpusat di Danau Tondano berhasil melakukan serangan dan
merusak pagar bambu berduri yang membatasi danau dengan perkampungan Minawanua,
sehingga menerobos pertahanan orang-orang Minahasa di Minawanua. Walaupun sudah
malam para pejuang tetap dengan semangat yang tinggi terus bertahan dan
melakukan perlawanan dari rumah ke rumah. Pasukan Belanda merasa kewalahan.
Setelah pagi hari tanggal 24 Oktober 1808 pasukan Belanda dari darat
membombardir kampung pertahanan Minawanua. Serangan terus dilakukan Belanda
sehingga kampung itu seperti tidak ada lagi kehidupan. Pasukan Prediger mulai
mengendorkan serangannya. Tiba-tiba dari perkampungan itu orang-orang Tondano
muncul dan menyerang dengan hebatnya sehingga beberapa korban berjatuhan dari
pihak Belanda. Pasukan Belanda terpaksa ditarik mundur. Seiring dengan itu
Sungai Temberan yang dibendung mulai meluap sehingga mempersulit pasukan
Belanda sendiri. Dari jarak jauh Belanda terus menghujani meriam ke Kampung
Minawanua, tetapi tentu tidak efektif. Begitu juga serangan yang dari danau
tidak mampu mematahkan semangat juang orang-orang Tondano, Minawanua. Bahkan
terpetik berita kapal Belanda yang paling besar tenggelam di danau Perang
Tondano II berlangsung cukup lama, bahkan sampai agustus 1809. Dalam suasana
kepenatan dan kekurangan makanan mulai ada kelompok pejuang yang memihak kepada
Belanda. Namun dengan kekuatan yang ada para pejuang Tondano terus memberikan
perlawanan. Akhirnya pada tanggal 4-5 Agustus 1809 Benteng pertahanan Moraya
milik para pejuang hancur bersama rakyat yang berusaha mempertahankan. Para
pejuang itu memilih mati dari pada menyerah.[ki]
2.
PATTIMURA
ANGKAT SENJATA
Pattimura (1817) Belanda melakukan monopoli perdagangan
dan memaksa rakyat Maluku menjual hasil rempah-rempah hanya kepada Belanda,
menentukan harga rempah-rempah secara semena-mena, melakukan pelayaran hongi,
dan menebangi tanaman rempahrempah milik rakyat. Rakyat Maluku berontak atas
perlakuan Belanda. Dipimpin oleh Thomas Matulessi yang nantinya terkenal dengan
nama Kapten Pattimura, rakyat Maluku melakukan pada tahun 1817. Pattimura
seorang pejuang wanita Christina Martha Tiahahu. Perang melawan Belanda meluas
ke berbagai daerah di Maluku, dibantu oleh Anthony Ribok, Philip Latumahina,
Ulupaha, Paulus Tiahahu, dan seperti Ambon, Seram, Hitu, dan lain-lain. Belanda
mengirim pasukan besarbesaran. Pasukan Pattimura terdesak dan bertahan di dalam
benteng. Akhirnya, Pattimura dan kawan-kawannya tertawan. Pada tanggal 16
Desember 1817,Pattimura dihukum gantung di depan Benteng Victoria di
Ambon.Setelah itu Pattimura melanjutkan peperangan di saparua Perlawanan
pasukan Pattimura pada tahun 1829 di Saparua merupakan kelanjutan Perang
Pattimura 1817. Sebab musabab yang mendasari Perang Pattimura juga menjadi
alasan bagi pasukan Pattimura untuk melakukan aksi. Semula mereka bersama
Kapitan Pattimura telah minum sumpah (angkat janji setia melalui tetesan darah
yang diminum bersama) untuk berjuang mengusir penjajah Belanda dari wilayahnya,
di Bukit Saniri dalam suatu musyawarah besar. Janji setia kepada Kapitan yang
mereka kagumi dan ketaatan pada tanah tumpah darah yang melahirkan mereka,
memberikan pilihan hidup atau mati untuk perjuangannya.
Mereka menyaksikan pemimpin-pemimpinnya mati
digantung di depan benteng Victoria oleh penguasa untuk menakut-nakuti rakyat,
karena itu mereka akan lebih berhati-hati dalam mengatur strategi. Organisasi
pemerintahan negeri sesudah perang Pattimura tidak dapat menampung dan
menyalurkan aspirasi rakyat karena telah diawasi secara ketat melalui Stb.
1824. No. 19. a. tentang pemerintahan negeri. Satu-satunya wadah yang dapat
dijadikan sebagai kendaraan untuk menyatukan persepsi dan menyalurkan aspirasi
adalah organisasi tradisional masyarakat yang disebut Kewang. Kewang adalah
satu-satunya organisasi tradisional masyarakat yang lepas dari pengamatan
Hindia Belanda. Pemimpinnya disebut Latukewano atau raja hutan, pengelola
disebut Sina Kewano dan para anggota disebut Ana Kewano atau anak Kewang. Para
Kewang (pemuda negeri anggota Kewang) berhubungan secara rahasia antar sesama
mereka dari berbagai negeri untuk saling menyampaikan dan melengkapi informasi.
Untuk itu mereka sering mengadakan rapat di hutanhutan. Hasil pertemuan
dilaporkan kepada para serdadu Saparua yang berada di Ambon. Para serdadu ini
mempunyai sikap yang sama terhadap Pemerintah Hindia Belanda, hanya saja mereka
bernasib lebih baik karena tidak dicurigai. Tatkala terdengar berita bahwa
mereka akan dikirim ke luar daerah (Ambon) untuk berperang di Jawa dan Sumatera
mereka memutuskan bahwa itulah saat yang tepat untuk menyerang Pemerintah
Hindia Belanda. Mereka tidak mau meninggalkan tanah tumpah darah mereka dan
dipisahkan dari keluarga. Karena itu mereka intensifkan komunikasi dengan para
Kewang dan sisa-sisa pasukan Pattimura yang berada di Saparua. Mereka menyurat
dan menyampaikan berita ini kepada pasukan Pattimura di Saparua yang dipimpin
Izaak Pollatu, Marsma Sapulette dan Tourissa Tamaela. Ketiga orang itu selain
sebagai pemimpin kelompok yang telah siap melawan Belanda juga adaiah kepala
Kewang dari negeri-negeri Tuhaha, Ulath dan Porto di pulau Saparua. Rapat-rapat
makin diintensifkan antara lain di rumah Izaak Pollatu, kemudian di Marsma
apulette. Mereka membahas surat dari serdadu di Ambon dan sebagian lagi siap
untuk menyerang Belanda di Saparua. Salah satu surat yang ditujukan untuk raja
Saparua jatuh ke tangan residen. Akhirnya rahasia perlawanan bocor dan
Pemerintah Hindia Belanda mengambil langkah-langkah pengamanan dan menggagalkan
usaha para Kewang yang telah bertahun-tahun mempersiapkan rencana itu.
Perlawanan pasukan Pattimura di Saparua tahun 1829 yang bekerjasama dengan
serdadu Saparua di Ambon itu pun gagal. Mereka ditangkap dan diajukan ke
pengadilan negeri di Ambon. Pergolakan rakyat di daerah ini berakhir di sini.
3. PERANG PADRI
Perang padri terjadi
di tanah minabgkabau,sumatera Barat pada tahun 1821-1837.Perang ini di gerakkan
oleh para pembaru islam yang sedang konflik dengan kaum adat.Perang padre
sebenarnya merupakan perlawanan kaum padri terhadap dominasi pemerintahan Hindia
Belanda di Sumatera Barat.Perang ini bermula adanya pertentangan antara kaum
padre dengan kaum adat.Adanya pertentangan padre dengan kaum adat telah menjadi
pintu masuk bagi campur tangan belanda. Perlu di pahami sekalipun masyarakat
Sumatera Barat sudah memeluk agama islam,tetapi sebagian masyarakat masih
memegang teguh adat dan kebiasaan yang kadang-kadang tidak sesuai ajaran
Islam.Sejak akhir abad ke-18 telah datang seorang ulama dari kampong kota tua
di daratan agam.Karena berasal dari kampong kota tua,maka ulama itu terkenal
dengan nama Tuanku kota Tua.Tuanku kota tua ini mulai mengajarkan
pembaruan-pembaruan dan praktik aganma islam.DEngan melihat realitas kebiasaan
masyarakat,Tuanku kota tua menyatakan bahwa masyarakat minangkabau sudah begitu
jauh menyimpang dari ajaran islam.Ia menunjukan bagaimana seharusnya masyarakat
itu hidup sesuai dengan al-qur’an dan sunah nabi.Kemudian pada tahun 1803
datnglah tiga orang ulama yang baru saja pulang haji dari tanah suci
mekkah,yakni: Haji Miskin,Haji Sumanik,dan Haji piabang.Orang-orang yang
melakukan gerakan pemurnian pelaksanaan ajaran islam di Minangkabau itu sering
di kenal dengan kaum Padri.Dalam melaksanakan pemurnian praktik ajaran
islam,kaum padre menentang praktk berbagai adat dan kebiasaan kaum adat yang
memang dilarang dalam ajaran islam seperti berjudi,menyabung ayam,minim-minuman
keras.Kaum adat yang mendapat dukungan dari beberapa pejabat
penting kerajaan menolak gerakan kaum padri.Terjadilah pertentangan antara
kedua belah pihak.Timbulah bentrokan antara keduanya.Tahun 1821 pemerintah
Hindia Belanda mengangkat James Du Puy sebagai resider di Minangkabau.Pada
tanggal 10 Februari 1821,Du Puy mengadakan perjanjian persahabatan dengan tokoh
adat,Tuanku Surwaso dan 14 penghulu minangkabau.Berdasarkan perjanjian ini maka
beberapa daerah kemudian di duduki oleh Belanda. Pada tanggal 18 februari
1821, belanda yang telah di beri kemudahan oleh kaum adat berhasil menduduki
simawang. Di daerah ini telah di tempat kan dua meriam dan 100 orang serdadu
belanda.
Tindakan belanda ini
di tentang keras oleh kaum padri, maka tahun 1821 itu meletus kan perang
padri.Perang padri di Sumatra barat ini dapat di bagi dalam tiga fase.
Fase pertama (1821-1825).Karena merasa kewalahan dalam melawan kaum padre, maka belanda mengambil strategi damai. Oleh Karena itu, pada tanggal 26 januari 1824 tercapai lah perundingan damai antara belanda dengan kaum padre di wilayah alahan panjang. Perundingan ini di kenal dengan perjanjian masang. Tuan ku imam bonjol juga tidak keberatan dengan ada nya perjanjian damai tersebut. Akan tetapi belanda justru di manfaatkan perdamaian tersebut untuk menduduki daerah lain. Dengan demikian perlawanan kaum padre masih terus berlangsung di berbagai tempat.Fase kedua(1825-1830) Kaum padre tidak begitu menghiraukan ajakan damai dari Belanda , karena belanda sudah biasa bersifat licik. Belanda kemudian minta bantuan kepada seorang saudagar keturunan arab yang bernama sulaiman aljufri menemui imam ku tuan bonjol agar bersedia berdamai dengan belanda. Tuan ku imam bonjol menolak. Kemudian menemui tuan ku lintau ternyata merespon ajakan damai itu. Hal ini juga di dukung tuanku nanrenceng . itulah sebabnya pada tanggal 15 november 1825 di tanda tangani perjanjian padang.
Fase pertama (1821-1825).Karena merasa kewalahan dalam melawan kaum padre, maka belanda mengambil strategi damai. Oleh Karena itu, pada tanggal 26 januari 1824 tercapai lah perundingan damai antara belanda dengan kaum padre di wilayah alahan panjang. Perundingan ini di kenal dengan perjanjian masang. Tuan ku imam bonjol juga tidak keberatan dengan ada nya perjanjian damai tersebut. Akan tetapi belanda justru di manfaatkan perdamaian tersebut untuk menduduki daerah lain. Dengan demikian perlawanan kaum padre masih terus berlangsung di berbagai tempat.Fase kedua(1825-1830) Kaum padre tidak begitu menghiraukan ajakan damai dari Belanda , karena belanda sudah biasa bersifat licik. Belanda kemudian minta bantuan kepada seorang saudagar keturunan arab yang bernama sulaiman aljufri menemui imam ku tuan bonjol agar bersedia berdamai dengan belanda. Tuan ku imam bonjol menolak. Kemudian menemui tuan ku lintau ternyata merespon ajakan damai itu. Hal ini juga di dukung tuanku nanrenceng . itulah sebabnya pada tanggal 15 november 1825 di tanda tangani perjanjian padang.
Isi perjanjian itu
antara lain:
1) Belanda mengakui kekuasan pemimpin padre di batu
sangkar, saruaso, padang
guguk sigandang, agam,
bukit tinggi dan menjamin pelaksanaan sistem agama di daerah nya.
2) kedua belah pihak tidak akan saling menyerang
3) kedua pihak akan melindungi para pedagang dan orang-orang yang sedang melakukanperjalanan.
4) secara bertahap belanda akan melarang praktik adu ayam.
Fase ketiga(1830-1837/1838) Pada pertempuran fase ketiga ini kaum padre mulai mendapatkan simpati pada kaum adat. Dengan demikian kekuatan para pejuang di Sumatra barat akan meningkat. Orang-orang padre yang mendapatkan dukungan kaum adat itu bergerak ke pos-pos tentara belanda.kaum padre dari bukit kamang alam dan bukit tinggi. Tindakan kaum padre itu di jadikan belanda di bawah gilafri untuk menyerang koto tuo di ampek angket, serta membangun sebuah benteng pertahanan dari ampang gadang sampai ke biaro.
2) kedua belah pihak tidak akan saling menyerang
3) kedua pihak akan melindungi para pedagang dan orang-orang yang sedang melakukanperjalanan.
4) secara bertahap belanda akan melarang praktik adu ayam.
Fase ketiga(1830-1837/1838) Pada pertempuran fase ketiga ini kaum padre mulai mendapatkan simpati pada kaum adat. Dengan demikian kekuatan para pejuang di Sumatra barat akan meningkat. Orang-orang padre yang mendapatkan dukungan kaum adat itu bergerak ke pos-pos tentara belanda.kaum padre dari bukit kamang alam dan bukit tinggi. Tindakan kaum padre itu di jadikan belanda di bawah gilafri untuk menyerang koto tuo di ampek angket, serta membangun sebuah benteng pertahanan dari ampang gadang sampai ke biaro.
4. PERANG DIPONEGORO
Nama asli Pangeran
Diponegoro adalah Raden Mas Ontowiryo, putra Sultan Hamengku Buwono III. Karena
pengaruh Belanda sudah sedemikian besarnya di istana maka Diponegoro lebih
senang tinggal di rumah buyutnya di desa
Tegalrejo.
Secara umum sebab-sebab perlawanan Diponegoro
dan para pengikutnya adalah sebagai berikut:
·
Adat kebiasaan keraton tidak dihiraukan para pembesar
Belanda duduk sejajar dengan Sultan.
· Masuknya pengaruh budaya Barat meresahkan para ulama serta golongan bangsawan. Misalnya pesta dansa sampai larut malam, minum-minuman keras.
· Para bangsawan merasa dirugikan karena pada tahun 1823 Belanda menghentikan sistem hak sewa tanah para bangsawan oleh pengusaha swasta. Akibatnya para bangsawan harus mengembalikan uang sewa yang telah diterimanya.
· Banyaknya macam pajak yang membebani rakyat misalnya pajak tanah, pajak rumah,pajak ternak.
· Masuknya pengaruh budaya Barat meresahkan para ulama serta golongan bangsawan. Misalnya pesta dansa sampai larut malam, minum-minuman keras.
· Para bangsawan merasa dirugikan karena pada tahun 1823 Belanda menghentikan sistem hak sewa tanah para bangsawan oleh pengusaha swasta. Akibatnya para bangsawan harus mengembalikan uang sewa yang telah diterimanya.
· Banyaknya macam pajak yang membebani rakyat misalnya pajak tanah, pajak rumah,pajak ternak.
.Selain hal-hal
tersebut ada kejadian yang secara langsung menyulut kemarahan Diponegoro yaitu pemasangan
patok untuk pembuatan jalan kereta api yang melewati makam leluhur Diponegoro
di Tegal Rejo atas perintah Patih Darunejo IV tanpa seijin Diponegoro.
Peristiwa tersebut menimbulkan sikap terang-terangan Diponegoro melawan
Belanda.
Bagaimana proses
perlawanan yang dilakukan Diponegoro? Diponegoro memusatkan pertahannya di
bukit Selarong, sementara itu keluarganya diungsikan ke daerah Deksa.
Perlawanan Diponegoro diikuti oleh para petani, para ulama maupun bangsawan.
Pengikut Pangeran Diponegoro antara lain Kyai Mojo dari Surakarta, Kyai Hasan
Besari dari Kedu. Pertempuran meluas sampai di Banyumas, Pekalongan, Semarang,
Rembang, Madiun dan Pacitan. Selain dukungan dari para Bupati juga didukung
oleh Panglima perang berusia muda yaitu Sentot Ali Basa Prawiradirjo. Pada
tangal 30 Juli 1826 Pasukan Diponegoro memenangkan pertempuran di dekat
Lengkong dan tanggal 28 Agustus 1826 di Delanggu. Oleh rakyat, pangeran
Diponegoro diangkat menjadi Sultan dengan gelar “Sultan Abdulhamid Cokro Amirulmukminin
Sayidin Panotogomo Khalifatullah Tanah
Jowo”.
Bagaimana
siasat Belanda untuk mematahkan perlawanan Diponegoro? Menghadapi perang
gerilya yang dilakukan pasukan Diponegoro Belanda menggunakan taktik benteng
stelsel. Apa tujuan Belanda? Benteng stelsel adalah taktik yang dilakukan
dengan cara mendirikan benteng sebagai pusat pertahanan di daerah yang
didudukinya untuk mempersempit ruang gerak perlawanan Diponegoro . Selain itu
Jendral De Kock menetapkan Magelang sebagai pusat kekuatan militernya. Siasat
ini cukup berhasil, beberapa pengikut Diponegoro tertangkap dan menyerah. Kyai
Mojo berunding dengan Belanda tanggal 31 Oktober 1828. Tindakan Belanda
berikutnya adalah membujuk para pengikut Diponegoro untuk menyerah dan berhasil
antara lain terhadap Mangkubumi. Sentot Ali Basa Prawirodirjo menyerah dan
menandatangani perjanjian Imogiri bulan Oktober
1829.
Bagaimana upaya Belanda untuk menundukkan
Dipdonegoro? Mula-mula Belanda mengumumkan pemberian hadiah sebesar 20.000
ringgit kepada siapa saja yang dapat menyerahkan Diponegoro dalam keadaan hidup
atau mati. Hal ini tidak berhasil, maka ditempuh cara berikutnya melalui
perundingan. Pertemuan pertama tanggal 16 Februari 1830 di desa Romo Kamal oleh
Kolonel Cleerens. Perundingan berikutnya tangal 28 Maret 1830 di kediaman
Residen Kedu. Perundingan gagal bahkan Diponegoro kemudian ditangkap dan
ditahan di Batavia, selanjutnya tanggal 8 Januari 1855 dibawa ke Makasar.Dengan
tertangkapnya Diponegoro berakhirlah perang Diponegoro. Perang ini cukup
merepotkan keuangan Belanda karena menelan biaya perang yang cukup besar.
5. PERLAWANAN DI BALI
Perlawanan di Bali
Bali
adalah sebuah pulau kecil yang terkenal di Indonesia. Pada abad ke 19 bali
belum banyak menarik perhatian orang-orang. Baru tahun 1830
pemerintahan Hindia Belanda aktif menanamkan pengaruhnya.
Perkembangan dominasi belanda menyulut api perlawanan rakyat bali “perang
puputan”.
Mengapa terjadi perang puputan di bali?
Abad
ke 19 bali sudah berkembang kerajaan-kerajaan berdaulat.
Contohnya Kerajan Buleleng dll. Pada
masa Gubernur Jenderal Daendels ada kontak dengan kerajaan bali
menyangkut hubungan dagang dan sewa. Tapi Hindia Belanda ingin
menanamkan pengaruh dan berkuasa di bali. Pertama G.A Granpre moliere misi
ekonomi, kedua huskus koopman misi politik. Misi ekonomi jauh lebih berhasil
dari pada misi politik namun terus di usahakan dan di capai perjanjian antara
raja bali dan belanda.perjanjian kontrak antara raja-raja bali dengan belanda
seputar hukum tawan karang agar di hapuskan.
Karena
kelihaian belanda raja-raja bali dapat menerima perjanjian untuk meratifikasi
penghapusan hukum tawan karang.tahun 1844
raja Buleleng dan Karang Asem belum melaksanakan perjanjian
tersebut dibuktikan dengan perampasan atas isi 2 kapal belanda yang terdampar
dipantai sangsit (Buleleng) dan Jembrana (buleleng ) . belnda memaksa
raja Buleleng untuk melaksanakan perjanjian tersebut,benda juga memaksa
untuk membayar ganti rugi antas kapal belanda. Pihak buleleng menolak dengan
tegas tuntutan tersebut yang menyebabkan perang terjadi. Pati Ktut Jelantik
mempersiapkan pos-pos dan prajurit . buleleng juga mendapat dukungan dari
kerajaan karang asem dan klungkung. Tanggal 27 juli 1846 1.700 pasukan barat
menyerbu kampung-kampung tepi pantai ada juga pasukan laut dengan kapal
selam. Karena persenjataan belanda lebih lengkap dan modern pejuang buleleng
demakin terdesak dan jebol . ibu kota singaraja dikuasai belanda.
Kemudian
belanda mendesak untuk menandatangani perjanjian tanggal 6 juli 1846 yang
isinya :
1.dalam waktu 3 bulan,raja buleleng harus
menghancurkan semua benteng buleleng yang pernah digunakan dan tidak boleh
membangun benteng baru,
2.raja
buleleng harus membayar ganti rugi dari biaya perang yang telah dikeluarkan belanda,sejumlah
75.000 gulden,dan raja harus menyerahkan I Gusti Ktut Jelantik
kepada pemerintah belanda,3. Belanda diizinkan menempatkan pasukannya
di Buleleng.
Tipu daya dilakukan oleh
rakyat bali untuk berpura-pura menerima isi perjanjian itu. Tapi dibalik itu
raja dan patih ketut jelantik memperkuat pasukannya. Di Jagaraga dibangun
pertahanan yang kuat bagaikan gelar-supit urang. Rakyat juga mempertahankan
hukum tawan karang. Tahun 1847 kapal-kapal asing terdampar dipantai
kusumba Klungkung,dirampas oleh kerajaan, hal itu menimbulkan
amarah Belanda.belanda memaksa untuk melaksanakannya tapi raja-raja bali
tidak menghiraukan rakyat justru dipersiapkan untuk berperang.Tanggal 7 dan 8 juni 1848 mendarat bala bantuan belanda. Tanggal 8 juni serangan di jagaraga dimulai. Sebagai pemimpin tentara belanda J.van Swieten, Letkol Sutherland benteng jagaraga dimulai namun dengan pertahanan gelar-supit urang berhasil menjebak Belanda. Pasukan Belanda ditarik mundur. Kekalahan itu menyakitkan perasaan pimpinan belanda, kemudian terjadi serangan balasan awal april 1849 datang serdadu belanda dalam jumlah belanda besar. Tanggal 15 april 1849 seranggan Belanda dimulai di jagaraga ,tanggal 16 April Jagaraga berhasil dilumpuhkan belanda
Terbunuhnya raja buleleng dan Patih Ketut Jelantik jatuhlah Kerajaan Buleleng. Menyusul karang asem yang ditakhlukan 18 mei 1849. Pertempuran terus terjadi. Tahun 1906 perang puputan terjadi di Bandung, tahun 1908 perang Puputan di Klungkung.
6. PERANG BANJAR
Perang Banjar adalah merupakan satu cetusan di dalam
rangkaian perjuangan bangsa Indonesia menolak penjajahan dari bumi Indonesia.
Perang ini merupakan salah satu mata rantai sejarah perang kemerdekaan utamanya
pada abad ke-19, seperti peristiwa – peristiwa yang hampir bersamaan kasusnya
di daerah – daerah lain di Indonesia, misalnya di Minangkabau dengan perang
Padrinya, di Jawa dengan perang Diponegoro-nya, perang Bali, perang Aceh dan
sebagainya.
Perlawanan
bangsa Indonesia terhadap penjajah telah terjadi sejak kedatangan bangsa asing
yang ingin menjajah Indonesia dengan berbagai dalih yang dilakukannya demi
untuk mengeruk keuntungan dari tanah jajahannya.
Pertentangan
pertama antara Belanda dengan kerajaan Banjar, dalam hal ini Penambahan Marhum
di satu pihak dan Belanda di lain pihak telah terjadi pada tanggal 14 Februari
tahun 1606 dengan terbunuhnya nakhoda kapal Belanda Gillis Michielzoon beserta
anak buahnya di Banjarmasin. Dalam rangka pembalasan dan memamerkan kekuatan
beberapa kapal Belanda pada tahun 1612 secara mendadak telah menyerang dengan
melakukan penembakan dan pembakaran di daerah Kuin. Dengan demikian pusat
pemerintahan kerajaan Banjar terpaksa dipindahkan ke Martapura, ke kraton baru
yang terkenal dengan sebutan Kayu Tangi.
Pertikaian
bersenjata menghangat lagi pada tahun 1638, dimana di Banjar Anyar telah
terbunuh 64 orang bangsa Belanda di dalam satu penyergapan. Untuk pembalasan
terhadap ini Belanda mengirim 2 buah kapal menuju Banjarmasin dan Kotawaringin.
Mereka menahan perahu- perahu rakyat dan mengadakan penganiayaan kejam sesuai
dengan instruksi dari Batavia, membunuh dan menyiksa tanpa pandang bulu, baik
laki-laki maupun wanita atau anak-anak suku Banjar, tanpa perikemanusiaan.
Kekejaman ini tidak mudah dilupakan oleh rakyat di Kerajaan Banjar, dan sejak
tahun 1600 sampai abad ke-18, walaupun telah ada perjanjian, selalu terjadi
pertempuran-pertempuran antara orang-orang Banjar melawan Portugis, Belanda dan
Inggris.
Ketika
Sultan Muhammad meninggal dunia pada tahun 1761, ia meninggalkan 3 (tiga) orang
anak yang belum dewasa, yaitu Pangeran Rahmat, Pangeran Abdullah dan Pangeran
Amir. Karena ketiga orang anak Sultan Muhammad itu belum dewasa, maka tahta
kerajaan kembali ke tangan Mangkubumi, yaitu Sultan Tamjidillah, atau Pangeran
Sepuh, dan pelaksanaan pemerintahan dikuasakan kepada anaknya Pangeran Nata.
Dengan jalan menyuruh membunuh kedua kemenakannya, yaitu Pangeran Rahmat dan
Pangeran Abdullah, Pangeran Nata berhasil memindahkan kekuasaan pemerintahan
kepada dinastinya dan menetapkan Pangeran Nata sebagai Sultan yang pertama
sebagai Penambahan Kaharudin.
Pangeran
Nata Dilaga yang Menjadi raja pertama dinasti Tamjidillah dalam masa kejayaan
kekuasaannya, menyebutkan dirinya Susuhunan Nata Alam pada tahun 1772.
Anak
Sultan Muhammad (almarhum) yang bernama Pangeran Amir, atau cucu Sultan
Tahmidillah melarikan diri ke Pasir, dan meminta bantuan pada pamannya yang
bernama Arung Tarawe. Pangeran Amir kemudian kembali dan menyerbu Kerajaan
Banjar dengan pasukan Bugis yang besar, dan berusaha merebut kembali tahtanya
dari Susuhunan Nata Alam. Karena takut kehilangan tahta dan kekuatiran jatuhnya
kerajaan di bawah kekuasaan orang Bugis, Susuhunan Nata Alam meminta bantuan
kepada VOC. VOC menerima permintaan tersebut dan mengirimkan Kapten Hoffman
dengan pasukannya dan berhasil mengalahkan pasukan Bugis itu. Sedangkan
Pangeran Amir terpaksa melarikan diri kembali ke Pasir. Beberapa waktu kemudian
Pangeran Amir mencoba pula untuk meminta bantuan kepada para bangsawan Banjar
di daerah Barito yang tidak senang kepada Belanda, karena di daerah
Bakumpai/Barito diserahkan Pangeran Nata kepada VOC. Dalam pertempuran yang
kedua ini Pangeran Amir tertangkap dan dibuang ke Sailan. Sesudah itu diadakan
perjanjian antara kerajaan Banjar dengan VOC, dimana raja-raja Banjar
memerintah kerajaan sebagai peminjam tanah VOC.
Dalam
tahun 1826 diadakan perjanjian kembali antara Pemerintah Hindia Belanda dengan
Sultan Adam, berdasarkan perjanjian dengan VOC yang terdahulu, berdasarkan
perjanjian ini, maka Belanda dapat mencampuri pengaturan permasalahan mengenai
pengangkatan Putera Mahkota dan Mangkubumi, yang mengakibatkan rusaknya adat
Kerajaan dalam bidang ini, yang kemudian menjadikan salah satu penyebab
pecahnya Perang Banjar.
Negeri hilang sama sekali, Kekuasaan ke dalam tetap berkuasa dengan beberapa pembatasan dan Residen berperan sebagai agen politik Belanda.
Isi perjanjian 1826 itu antara lain adalah :
Negeri hilang sama sekali, Kekuasaan ke dalam tetap berkuasa dengan beberapa pembatasan dan Residen berperan sebagai agen politik Belanda.
Isi perjanjian 1826 itu antara lain adalah :
a. Kerajaan Banjar
tidak boleh mengadakan hubungan dengan lain kecuali hanya dengan Belanda.
b. Wilayah Kerajaan
Banjar menjadi lebih kecil, karena beberapa wilayah menjadi bagian dibawah
pemerintahan langsung Belanda. Wilayah-wilayah itu seperti tersebut dalam Pasal
4 :
- Pulau Tatas dan Kuwin sampai di seberang kiri Antasan Kecil.
- Pulau Burung mulai Kuala Banjar seberang kanan sampai di Pantuil,
- Mantuil seberang Pulau Tatas sampai ke Timur Rantau Keliling dengan sungai-sungainya Kelayan Kecil, Kelayan Besar dan kampung di seberang Pulau Tatas.
- Sungai Mesa di hulu kampung Cina sampai ke darat Sungai Baru sampai Sungai Lumbah,
- Pulau Bakumpai mulai dari Kuala Banjar seberang kiri mudik sampai di Kuala Anjaman di kiri ke hilir sampai Kuala Lupak,
- Segala Tanah Dusun semuanya desa-desa kiri kanan mudik ke hulu mulai Mangkatip sampai terus negeri Siang dan hilir sampai di Kuala Marabahan,
- Tanah Dayak Besar Kecil dengan semua desa-desanya kiri kanan mulai dari Kuala Dayak mudik ke hulu sampai terus di daratan yang takluk padanya,
- Tanah Mandawai,
- Sampit,
- Pambuang semuanya desa-desa dengan segala tanah yang takluk padanya,
- Tanah Kotawaringin, Sintang, Lawai, Jelai dengan desa-desanya.
- Desa Tabanio dan segala Tanah Laut sampai di Tanjung Selatan dan Timur sampai batas dengan Pagatan, ke utara sampai ke Kuala Maluku, mudik sungai Maluku, Selingsing, Liang Anggang, Banyu Irang sampai ke timur Gunung Pamaton sampai perbatasan dengan Tanah Pagatan,
- Negeri-negeri di pesisir timur Pagatan, Pulau Laut, Batu Licin, Pasir, Kutai, Berau semuanya dengan yang takluk padanya.
- Pulau Tatas dan Kuwin sampai di seberang kiri Antasan Kecil.
- Pulau Burung mulai Kuala Banjar seberang kanan sampai di Pantuil,
- Mantuil seberang Pulau Tatas sampai ke Timur Rantau Keliling dengan sungai-sungainya Kelayan Kecil, Kelayan Besar dan kampung di seberang Pulau Tatas.
- Sungai Mesa di hulu kampung Cina sampai ke darat Sungai Baru sampai Sungai Lumbah,
- Pulau Bakumpai mulai dari Kuala Banjar seberang kiri mudik sampai di Kuala Anjaman di kiri ke hilir sampai Kuala Lupak,
- Segala Tanah Dusun semuanya desa-desa kiri kanan mudik ke hulu mulai Mangkatip sampai terus negeri Siang dan hilir sampai di Kuala Marabahan,
- Tanah Dayak Besar Kecil dengan semua desa-desanya kiri kanan mulai dari Kuala Dayak mudik ke hulu sampai terus di daratan yang takluk padanya,
- Tanah Mandawai,
- Sampit,
- Pambuang semuanya desa-desa dengan segala tanah yang takluk padanya,
- Tanah Kotawaringin, Sintang, Lawai, Jelai dengan desa-desanya.
- Desa Tabanio dan segala Tanah Laut sampai di Tanjung Selatan dan Timur sampai batas dengan Pagatan, ke utara sampai ke Kuala Maluku, mudik sungai Maluku, Selingsing, Liang Anggang, Banyu Irang sampai ke timur Gunung Pamaton sampai perbatasan dengan Tanah Pagatan,
- Negeri-negeri di pesisir timur Pagatan, Pulau Laut, Batu Licin, Pasir, Kutai, Berau semuanya dengan yang takluk padanya.
c. Penggantian
Pangeran Mangkubumi harus mendapat persetujuan pemerintah Belanda.
d. Belanda menolong Sultan terhadap musuh dari luar kerajaan, dan terhadap musuh dari dalam negeri.
d. Belanda menolong Sultan terhadap musuh dari luar kerajaan, dan terhadap musuh dari dalam negeri.
e. Beberapa daerah
padang perburuan Sultan yang sudah menjadi tradisi, diserahkan pada Belanda.
Padang perburuan itu, meliputi :
- Padang pulau Lampi sampai ke Batang Banyu Maluka,
- Padang Bajingah,
- Padang Penggantihan,
- Padang Munggu Basung,
- Padang Taluk Batangang,
- Padang Atirak,
- Padang Pacakan,
- Padang Simupuran,
- Padang Ujung Karangan.
Semua padang perburuan itu dilarang bagi penduduk sekitarnya berburu manjangan.
- Padang pulau Lampi sampai ke Batang Banyu Maluka,
- Padang Bajingah,
- Padang Penggantihan,
- Padang Munggu Basung,
- Padang Taluk Batangang,
- Padang Atirak,
- Padang Pacakan,
- Padang Simupuran,
- Padang Ujung Karangan.
Semua padang perburuan itu dilarang bagi penduduk sekitarnya berburu manjangan.
f. Belanda juga
memperoleh pajak penjualan intan sepersepuluh dari harga intan dan
sepersepuluhnya untuk Sultan. Kalau ditemukan intan yang lebih dari 4 karat
harus dijual pada Sultan. Harga pembelian intan itu, sepersepuluhnya diserahkan
pada Belanda.
Gambaran umum abad ke-19 bagi kerajaan Banjar, bahwa hubungan kerajaan keluar sebagaimana yang pernah dijalankan sebelumnya, terputus khususnya dalam masalah hubungan perdagangan internasional. Tetapi kekuasaan Sultan ke dalam tetap utuh, tetap berdauat menjalani kekuasaan sebagai seorang Sultan.
Gambaran umum abad ke-19 bagi kerajaan Banjar, bahwa hubungan kerajaan keluar sebagaimana yang pernah dijalankan sebelumnya, terputus khususnya dalam masalah hubungan perdagangan internasional. Tetapi kekuasaan Sultan ke dalam tetap utuh, tetap berdauat menjalani kekuasaan sebagai seorang Sultan.
7. ACEH BERJIHAD
Aceh dikenal karena
adanya tsunami tahun 2004 dan seburtan serambi mekkah. ibarat serambi mekkah
merupakan daerah dan kerajaan yang berdaulat. Tetapi kedaulatan terganggu
karena keserakaan dan dominasi belanda.dominasi dan kekejaman tersebut
melahirkan Perang Aceh, perang terjadi pada tahun 1873-1912
a.Latar Belakang Perang Aceh
Aceh memiliki
kedudukan yang strategis juga menjadi pusat perdagangan. Daerahnnya luas dengan
hasil penting seperti ladang, hasil tambng, dan hasil hutan.karena itu dalam
rangka mewujudkan pax neerlandica belanda berambisi menguasai aceh.tetapi orang
aceh dan para sultan bersikeras mempertahankan aceh hal tersebut di dukung oleh
traktat london hal tersebut menjadi kendala belanda. Perkembangan politik yang
semakin memohok kesultanan aceh adalah ditandatanganinya traktat sumatera
antara belanda dengan inggris 2 november 1871. isi traktat tersebut antara lain
inggris memberi kebebasan kepada Belanda untuk memperluas daerah
kekuasaannya diseluruh sumatera. Tahun 1873 Aceh
mengirim Habib Abdurahman pergi ke Turki untuk meminta bantuan
senjata.
Langkah-langkah
tersebut diketahui ole pihak belanda, kemudian Belanda mengancam dan
mengultimatum agar Kesultanan Aceh tunduk dibawah
pemerintahan Hindia Belanda. Tanggal 26 maret 1873 Aceh dinilai
membangkang. Kemudian pecahlah pertempuran aceh melawan Belanda. Para
pejuang aceh dibawah pemerintahan Sultan Mahmud Syah II
mengobarkan semangat jihad angkat senjata untuk melawan kezaliman Belanda.
Persiapan acehalam
menmghadapi pemerintahan Hindia Belanda seperti pendirian pos-pos
pertahanan,dibangun kuta semacam benteng untuk memperkuat pertahanan
wilayah, penyiapan sejumlah pasukan dan persenjataan.
b.Syahid atau Menang
Agresi belanda
terjadi pada tanggal 5 April 1873. Tentara belanda dibawah pimpinan
jendral Mayor J.H.R kohler terus melakukan serangan terhadap pasukan Aceh.
Pasukan aceh terdiri dari ulebalang ulama,dan rakyat terus mendapat gempuran
dari Belanda. Tanggal 14 April 1873 terjadi pertempuran sengit
dibawah pimpinan Teuku Imeung lueng bata melawan tentara belanda
dibawah pimpinan kohler untuk memperebutkan Masjid Raya Baiturahman.
Pasukan tersebut bershasil mengalahkan kohler dibawah pohon. Kemudian pon
tersebut dinamakan Kohler Boom.
Setelah
melipatgandakan kekuataanya tanggal 9 Desember 1873 belanda melakukan
serangan atau agresi yang kedua. Dipimpin oleh J.van Swieten. Tanggal
6 Januari 1874 masjid tersebut dibakar. Tanggal 15 januari
1874 Belanda dapat menduduki istana setelah dikosongkan sultan mahmud
syah. Tanggal 28 januari sultan mahmud syah meninggal dunia karena penyakit
kolera.
Dengan jatuhnya
masjid Baiturahamn Belanda mengakui bahwa Aceh merupakan daerah
kekuasann belanda, namun Aceh tidak peduli. Dan Pada tahun 1884 mereka
mengangkat putra mahkota muhammad daud syah sebagai sultan Aceh. Semangat
juang semakin meningkat seiring pulangnya Habib Abdulrahman dari
turki tahun 1877. Kemudian belanda menambah kekuatannya dan berhasil mendesak
pasukan Habib Abdulrahman.
c.Perang Sabil
tahun 1884 muhammad
daud syah telah dewasa dan dinobatkan sebagai sultan. Pada waktu upacra
penobatan ini para pemuka Aceh memproklamirkan “ikrar prang sabil’ ( prang
sabil). Dengan perang sabil perlawanan rakyat Aceh semakin meluas. Di Aceh
bagian barat tampil teuku umar bersama istrinya cut nyak dien. Pertempuran
sengit terjadi dimeulaho. Beberapa por pertahan berhasil direbut umar. Strategi
konsentrasi stelsel belum efektif menghentikan perang Aceh. Tahun 1891 teungku
cik di tiro meninggal, tahun 1893 teuku umar menyerah pada belanda. Pada 29
maret 1896 teuku umar berbalik melwan belanda.
Peristiwa itu membuat belanda semakin marah
dan geram. Snouck horgronye agar melakukan kajian tentang seluk beluk kehidupan
dan semangat juang rakyat aceh. Oleh karena itu snouck horgronye
mengusulkan beberapa cara:
- Perlu memecah belah persatuan dan kekuatan masyarakat aceh, sebab di lingkungan aceh terdapat rasa persatuaan antara kaum bangsawan,ulama dan rakyat.
- Menghadapi kaum ulama yang fanatik dalam memimpin perlawanan harus dengan kekerasan,yaitu dengan kekuatan senjata
- Bersikap lunak terhadap kaum bangsawan dan keluarganya diberi kesempatan untuk masuk kedalam korps pamong praja dalam pemerintahan konial Belanda.
Genderang perang
dimulai tahun 1899.perang ini berlangsung selama 10 tahun. Oleh karena itu
selama 10 tahu terakhir 1899-1909 di aceh disebut masa sepuluh tahun berdarah
(Tien bloedige jaren). Karena tekanan yang terus menerus januari 1903 sultan
Muhammad Daud Syah terpaksa menyerah. Cara licik ini berhasil dan digunakan
untuk mematahkan perlawanan panglima pop. lem dan tuanku raha keumala. Tanggal
6 September panglima polem juga menyarah. Tahun 1906 Cut Nyak Dien
berhasil ditangkap dibuang di Sumedang, Jawa Barat dan meninggal tanggal
8 November 1908. Pada tahun 1911 tangse Teungku Ma’at Tiro berhasil
ditembak mati.
Pada tanggal 26
september 1910 terjadi pertempuran sengit di Paya Cicem. Pang Nanggru
tewas dan Cut Nyak Mutia berhasil meloloskan diri. Perang aceh
berakhir pada tahun 1912 namun sebenarnya perang itu berakhir pada tahun 1942.
8. SEJARAH PERANG BATAK / SISINGAMANGARAJA
Sejak Belanda mencerngkramkan kekuasaannya di
Nusantara, sejak saat itu pula kehidupan masyarakat Nusantara ditentukan oleh
keadaan politik yang terjadi di negeri Belanda dan Eropa. Berbagai kebijakan
yang ditetapkan oleh Belanda, semata-mata semuanya adalah untuk mencari
keuntungan untuk pihak Belanda sendiri, sedangkan rakyat Indonesia yang
dikuasai mengalami penderitaan yang cukup hebat karena harus menanggung
kebijakan yang menyengsarakan tersebut.
Selain melakukan kebijakan yang bertujuan
untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya di tanah jajahan, Belanda juga
melakukan politik Pax Nederlandica dan mendukung kegiatan kristenisasi yang
dilakukan oleh para misionaris. Kedua hal tersebut dilakukan Belanda dalam
rangka melanggenkan kekuasaannya di Nusantara. Maka beragam reaksi perlawan
dilakukan oleh rakyat atas kebijakan Belanda yang menyengsarakan tersebut dan
proses kristenisasi yang dianggap sebagai sebuah hal yang bertentangan bagi
rakyat Indonesia yang pada saat itu sudah mempunyai agama. Perlawanan tersebut
biasanya dipimpin oleh para pemimpin lokal yang kebanyakan khawatir dengan
politik Pax Nedelandica yang akan merongrong daerah kekuasaannya.
Diantara banyak perlawanan yang dilakukan rakyat
Indonesia beserta pemimpinnya, salah satunya adalah perlawanan Tapanuli atau
perang Tapanuli biasa disebut dengan perang Batak yang berlangsung selama 29
tahun dengan tokoh terkenalnya yaitu Sisingamangaraja XII.
- Sisingamangaraja XII
Sisingamangaraja XII adalah sosok yang tidak
asing lagi di daftar Nama-Nama Pahlawan Nasional Indonesia. Ia dinobatkan
sebagai pahlawan nasional tanggal 19 November 1961 berdasarkan SK Presiden RI
No 590/1961. Sisingamangaraja XII memiliki nama asli Pantuan Besar Ompu Pulo
Batu. Ia lahir di Bakkara, Tapanuli, Sumatra Utara, 17 Juni 1849. Ayah dan
Ibunya bernama Sisingamangaraja XI (Ompu Sohahuaon) dan Boru Situmorang.
Ayahnya wafat pada tahun 1876, sehingga Sisingamangaraja XII dinobatkan menjadi
penerus ayahnya di usia yang baru 19 tahun. Gelarnya adalah Sisingamangaraja
XII. Sisingamangaraja berasal dari tiga kata, yaitu ‘si’, ‘singa’, dan
‘mangaraja’. ‘Si’ adalah kata sapaan, ‘singa’ merupakan bahasa Batak yang
berarti bentuk rumah Baka, sedangkan ‘mangaraja’ sama maksudnya dengan kata
‘maharaja’. Jadi Sisingamangaraja berarti Maharaja orang Batak.
Ada dua versi tentang asal-usul
Sisingamangaraja dan kerjaan Batak. versi pertama mengatakan Sisingamanagaraja
adalah keturunan seorang pejabat yang ditunjuk oleh raja Pagaruyung yang sangat
berkuasa ketika itu, yang datang berkeliling ke Sumatera Utara untuk
menempatkan pejabat-pejabatnya. Dalam sepucuk surat kepada Marsden bertahun
1820, Raffles menulis bahwa para pemimpin Batak menjelaskan kepadanya mengenai
Sisingamangaraja yang merupakan keturunan Minangkabau dan bahwa di Silindung
terdapat sebuah arca batu berbentuk manusia sangat kuno yang diduga dibawa dari
Pagaruyung. Sampai awal abad ke-20, Sisingamangaraja masih mengirimkan upeti
secara teratur kepada pemimpin Minangkabau melalui perantaraan Tuanku Barus
yang bertugas menyampaikannya kepada pemimpin Pagaruyung.
Sedangkan versi kedua berasal dari mitos
rakyat yang diceritakan dalam berbagai versi lagi, namun secara garis besar
versi itu menyatakan Manghuntal (Sisingamanagaraja I) adalah keturunan Bona Ni
Onan bermarga Sinambela. Sebelum kelahirannya Sisingamaraja I telah diramalkan
bahwa ia adalah titisan dari Batara Guru dan akan menjadi seorang raja besar.
Setelah dewasa Manguntal akhirnya menjadi raja setelah berhasil mencabut keris
yang bernama Piso Gaja Dompak (Pisau Gajah Penangkal). Piso Gaja Dompak
dinyakini tidak akan bisa dicabut dari sarungnya oleh seseorang yang tidak
memiliki kesaktian, kecuali oleh orang yang memiliki kesaktian dan orang yang
menjadi titisan Batara Guru (orang yang memang sudah ditakdirkan menjadi
Raja).
Singamangaraja XII meninggal pada 17 Juni
1907 dalam sebuah pertempuran dengan Belanda di pinggir bukit Aek Sibulbulen,
di suatu desa yang namanya Si Onom Hudon, di perbatasan Kabupaten Tapanuli
Utara dan Kabupaten Dairi yang sekarang. Sebuah peluru menembus dadanya, akibat
tembakan pasukan Belanda yang dipimpin Kapten Hans Christoffel. Turut gugur
waktu itu dua putranya Patuan Nagari dan Patuan Anggi, serta putrinya Lopian.
Sementara keluarganya yang tersisa ditawan di Tarutung. Sisingamangaraja XII
sendiri kemudian dikebumikan Belanda secara militer pada 22 Juni 1907 di
Silindung, setelah sebelumnya mayatnya diarak dan dipertontonkan kepada
masyarakat Toba. Makamnya kemudian dipindahkan ke Makam Pahlawan Nasional di
Soposurung, Balige sejak 14 Juni 1953, yang dibangun oleh Pemerintah,
Masyarakat dan keluarga.
- Jalannya Perang Batak
Sampai abad ke-18, hampir seluruh Sumatera
sudah dikuasai Belanda kecuali Aceh dan tanah Batak yang masih berada dalam
situasi merdeka dan damai di bawah pimpinan Raja Sisingamangaraja XII yang
masih muda. Rakyat bertani dan beternak, berburu dan sedikit-sedikit berdagang.
Kalau Raja Sisingamangaraja XII mengunjungi suatu negeri semua yang “terbeang”
atau ditawan, harus dilepaskan. Sisingamangaraja XII memang terkenal anti
perbudakan, anti penindasan dan sangat menghargai kemerdekaan.
Pada tahun 1877 para misionaris di Silindung
dan Bahal Batu meminta bantuan kepada pemerintah kolonial Belanda dari ancaman
diusir oleh Singamangaraja XII. Kemudian pemerintah Belanda dan para penginjil
sepakat untuk tidak hanya menyerang markas Sisingamangaraja XII di Bangkara
tetapi sekaligus menaklukkan seluruh Toba. Pada tanggal 6 Februari 1878 pasukan
Belanda sampai di Pearaja, tempat kediaman penginjil Ingwer Ludwig Nommensen.
Kemudian beserta penginjil Nommensen dan Simoneit sebagai penerjemah pasukan
Belanda terus menuju ke Bahal Batu untuk menyusun benteng pertahanan. Namun
kehadiran tentara kolonial ini telah memprovokasi Sisingamangaraja XII, yang
kemudian mengumumkan pulas (perang) pada tanggal 16 Februari 1878 dan
penyerangan ke pos Belanda di Bahal Batu mulai dilakukan.
Pada tanggal 14 Maret 1878 datang Residen
Boyle bersama tambahan pasukan yang dipimpin oleh Kolonel Engels sebanyak 250
orang tentara dari Sibolga. Pada tanggal 1 Mei 1878, Bangkara pusat
pemerintahan Sisingamangaraja diserang pasukan kolonial dan pada 3 Mei 1878
seluruh Bangkara dapat ditaklukkan namun Singamangaraja XII beserta pengikutnya
dapat menyelamatkan diri dan terpaksa keluar mengungsi. Sementara para raja
yang tertinggal di Bangkara dipaksa Belanda untuk bersumpah setia dan kawasan
tersebut dinyatakan berada dalam kedaulatan pemerintah Hindia-Belanda. Walaupun
Bangkara telah ditaklukkan, Singamangaraja XII terus melakukan perlawanan
secara gerilya, namun sampai akhir Desember 1878 beberapa kawasan seperti
Butar, Lobu Siregar, Naga Saribu, Huta Ginjang, Gurgur juga dapat ditaklukkan
oleh pasukan kolonial Belanda. Karena lemah secara taktis, Sisingamangaraja XII
menjalin hubungan dengan pasukan Aceh dan dengan tokoh-tokoh pejuang Aceh
beragama Islam untuk meningkatkan kemampuan tempur pasukannya. Dia berangkat ke
wilayah Gayo, Alas, Singkel, dan Pidie di Aceh dan turut serta pula dalam
latihan perang Keumala.
Karena
Belanda selalu unggul dalam persenjataan, maka taktik perang perjuangan Batak
dilakukan secara tiba-tiba, hal ini mirip dengan taktik perang Gerilya.
Pada tahun 1888, pejuang-pejuang Batak melakukan
penyerangan ke Kota Tua. Mereka dibantu orang-orang Aceh yang datang dari
Trumon. Perlawanan ini dapat dihentikan oleh pasukan Belanda yang dipimpin oleh
J. A. Visser, namun Belanda juga menghadapi kesulitan melawan perjuangan di
Aceh. Sehingga Belanda terpaksa mengurangi kegiatan untuk melawan
Sisingamangaraja XII karena untuk menghindari berkurangnya pasukan Belanda yang
tewas dalam peperangan. Pada tanggal 8 Agustus 1889, pasukan Sisingamangaraja
XII kembali menyerang Belanda. Seorang prajurit Belanda tewas, dan Belanda
harus mundur dari Lobu Talu. Namun Belanda mendatangkan bala bantuan dari
Padang, sehingga Lobu Talu dapat direbut kembali. Pada tanggal 4 September
1889, Huta Paong diduduki oleh Belanda. Pasukan Batak terpaksa ditarik mundur
ke Passinguran. Pasukan Belanda terus mengejar pasukan Batak sehingga ketika
tiba di Tamba, terjadi pertarungan sengit. Pasukan Belanda ditembaki oleh
pasukan Batak, dan Belanda membalasnya terus menerus dengan peluru dan
altileri, sehingga pasukan Batak mundur ke daerah Horion. Sisingamangaraja XII
dianggap selalu mengobarkan perlawanan di seluruh Sumatra Utara. Kemudian untuk
menanggulanginya, Belanda berjanji akan menobatkan Sisingamangaraja XII menjadi
Sultan Batak. Sisingamangaraja XII tegas menolak iming-iming tersebut, baginya
lebih baik mati daripada menghianati bangsa sendiri. Belanda semakin geram,
sehingga mendatangkan regu pencari jejak dari Afrika, untuk mencari
persembunyian Sisingamangaraja XII. Barisan pelacak ini terdiri dari
orang-orang Senegal. Oleh pasukan Sisingamangaraja XII barisan musuh ini
dijuluki “Si Gurbak Ulu Na Birong”. Tetapi pasukan Sisingamangaraja XII pun
terus bertarung. Panglima Sarbut Tampubolon menyerang tangsi Belanda di Butar,
sedang Belanda menyerbu Lintong dan berhadapan dengan Raja Ompu Babiat
Situmorang. Tetapi Sisingamangaraja XII menyerang juga ke Lintong Nihuta,
Hutaraja, Simangarongsang, Huta Paung, Parsingguran dan Pollung. Panglima
Sisingamangaraja XII yang terkenal Amandopang Manullang tertangkap. Dan tokoh
Parmalim yang menjadi Penasehat Khusus Raja Sisingamangaraja XII, Guru Somaling
Pardede juga ditawan Belanda. Ini terjadi pada tahun 1906.
Tahun 1907, pasukan Belanda yang dinamakan
Kolonel Macan atau Brigade Setan mengepung Sisingamangaraja XII. Tetapi
Sisingamangaraja XII tidak bersedia menyerah. Ia bertempur sampai titik darah
penghabisan. Boru Sagala, Isteri Sisingamangaraja XII, ditangkap pasukan
Belanda. Ikut tertangkap putra-putri Sisingamangaraja XII yang masih kecil.
Raja Buntal dan Pangkilim. Menyusul Boru Situmorang Ibunda Sisingamangaraja XII
juga ditangkap, menyusul Sunting Mariam, putri Sisingamangaraja XII dan
lain-lain. Tahun 1907, di pinggir kali Aek Sibulbulon, di suatu desa yang
namanya Si Onom Hudon, di perbatasan Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten
Dairi yang sekarang, gugurlah Sisingamangaraja XII oleh peluru Marsuse Belanda
pimpinan Kapten Christoffel. Sisingamangaraja XII gugur bersama dua putranya
Patuan Nagari dan Patuan Anggi serta putrinya Lopian. Pengikut-pengikutnya
berpencar dan berusaha terus mengadakan perlawanan, sedangkan keluarga
Sisingamangaraja XII yang masih hidup ditawan, dihina dan Sisingamangaraja dinista,
mereka pun ikut menjadi korban perjuangan. Gugurnya XII merupakan pertanda jatunya tanah Batak ke
tangan Belanda.
- Akhir Perang
Yang awalnya pasukan Si Singa Mangaraja masih
melakukan perlawana namun tahun 1900 kekuatan Si Singa Mangaraja semakin surut.
Sehingga perlawanna tidak dikerahkan untuk melakukan penyerangan sebanyak
mungkin melainkan memperthankan diri dari serangan lawan selain penduduk daerah
Dairi dan Pak – Pak Masih setia kepada mereka.
Selain itu Belanda juga melakukan
gerakan pembasmi gerakan – gerakan perlawanan yang ada diSumatera ( Aceh
dan Batak). Operasi diketuai oleh Overste Van Daelan yang bergerak dari Aceh
terus ke Batak. Mereka mengadakan pengepungan dan mebakar kamung – kampung yang
membangkan pertempuran semakin sengit antara kedua belah pihak. Pada saat
Belanda sampai di daerah pak – Pak dan Dairi pasukan Si Singa Mangaraja
semakin terkepung sedangkan di lain pihak hubungan mereka dengan Aceh sudah
terputus. Denga terdesaknya pasukan Si Singa Mangaraja merka terus
berpindah – pindah dari satu tempat ketempat yang lain untuk menyelamatkan
diri. Tahun 1907 pengepungan yag dilakukan oleh Belanda terhadap pasukan Si
Singa Mangaraja dilakukan secara intensif yang dipimpin oleh Hans
Christoffel.
Dimulai menelusuri jejak Si Singa Mangaraja
oleh Belanda namun merak gagal menangkap Si Singa Mangaraja dan anak istri Si
Singa Mangaraja ditawan oleh Belanda. Boru Situmorang ibu Si Singa Mangaraja
tertangkap dan dijadikan tawanan perang oleh Belanda sementara itu Si Singa
Mangaraja belum juga mneyerahkan diri dan belanda terus mencari sampai
tanggal 28 Mei pihak belanda mengetahui bahwa Si Singa Mangaraja berada di
Barus maka Wenzel menarahkan pasukan untuk menangkapnya tetapi tidak
berhasil.
Pada 4 Juni 1907 pihak Belanda mengetahui
bahwa Si Singa Mangaraja berada di Penegen dan Bululage dan mereka melakukan
pengerebekan melalui Huta Anggoris yang tak jauh dari panguhon.
Ternyata Si Singa Mangaraja telah meninggalkan tepat itu sebelum mereka datang.
Si Singa Mangaraja terus menyikir ke darah Alahan sementara itu Belanda
terus mengejar melalui kampung Batu Simbolon, Bongkaras dan Komi. Banyak penduduk
sekitar ditangkap karena dicurigai bekerjasma dengan Si Singa Mangaraja.
Berbagai usaha yang dilakukan Belanda tanggal 17 jJuni 1907 Si Singa Mangaraja
berhasil ditangkap didekat Aik Sibulbulon ( derah Dairi ) dalam keadaan
lemah Si Singa Mangaraja dan pasukanya terus mengadakan perlawanan. Dalam
peristiwa Si Singa Mangaraja tertebak oleh Belanda sehingga pada saat itu Si
Singa Mangaraja mati terbunuh ditempat. Disaat yang bersamaan anak perempuan
dan dua putra laki – lakinya juga gugur sedankan istri, ibu dan putra –
putra masih menjadi tawana perang oleh Belanda. dengan gugurnya Si
Singa Mangaraja maka seluruh daerah Batak menjadi milik Belanda. Sejak
saat itu kerja rodi didaerah ini meraja lelah struktur tradisional
masyarakat semaki lama semakin runtuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar